Klikfakta.id Kementerian Keuangan Provinsi Maluku Utara menggelar  agenda rutin  yakni media briefing Torang Pe APBN Edisi Bulan Mei 2024.

Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tobelo  Jumat (31/05/2024) pagi,  merilis kondisi regional Maluku Utara serta  kinerja positif APBN.

Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara, Muhammad Priandi dalam pemaparannya mengatakan, hingga April 2024, pendapatan negara terealisasi sebesar Rp2.060,12 Miliar (41,13% dari target) dan mengalami kenaikan sebesar 55,40% (yoy) dengan kontribusi utama kenaikan pendapatan masih berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas.

Sejalan dengan pendapatan negara, belanja negara juga mengalami kenaikan sebesar 10,21% (yoy) atau terealisasi sebesar Rp5.420,82 Miliar (30,16% dari pagu belanja).

Pertumbuhan  realisasi belanja didorong oleh kenaikan Belanja Pemerintah Pusat, tepatnya belanja pegawai dan barang serta kenaikan realisasi Transfer Ke Daerah (TKD) pada Dana Bagi Hasil (DBH).

Sementara TKD Per April 2024 telah disalurkan sebesar 31,85% dari pagu.

Namun begitu, pada penyaluran TKD terdapat beberapa isu strategis yang muncul. Diantaranya terkait dengan terdapatnya Pemerintah Daerah yang belum mendapatkan rekomendasi penyaluran DAU Specific Grant Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum. Priandi pada kesempatan tersebut juga menyampaikan isu terkait rekonsiliasi pajak pusat semester II tahun 2023 sebagai syarat salur DBH Pajak Triwulan I dan Triwulan II TA 2024 telah diterbitkan  petunjuk teknis penyaluran DAK Fisik Tahap I Tahun Anggaran 2024.

Sementara realisasi pendapatan daerah tercatat sebesar Rp3.811,87 miliar atau sebesar 24,45% dari target, naik 9,54% (yoy) yang didominasi oleh komponen dana transfer.

Namun begitu, kinerja APBD, per akhir April 2024, pendapatan dan belanja daerah menunjukkan masih perlu ditingkatkan.

“Berbeda dengan pendapatan daerah, belanja daerah realisasinya justru mengalami penurunan sebesar 21,44% (yoy) atau terealisasi sebesar Rp2.007,56 Miliar (12,39% dari pagu),” tutur Priandi.

Ia mengungkapkan, kondisi perkembangan ekonomi di Maluku Utara, dimana pada Triwulan I Tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara masih menguat dan menjadi tertinggi ke-2 di Indonesia meksipun mengalami deselerasi dibandingkan kuartal sebelumnya.

“Berdasarkan data BPS, laju PDRB pada Kuartal I Tahun 2024 secara year on year tumbuh kuat sebesar 11,88% (yoy) meskipun mengalami kontraksi secara kuartal mengalami kontraksi sebesar 2,71% (qtq). Melambatnya Pertumbuhan ekonomi disebabkan sektor-sektor yang menjadi penopang utama ekonomi mengalami deselerasi pertumbuhan akibat aktivitas hilirisasi nikel tidak semasif tahun-tahun sebelumnya,” ujar Priandi.

Menurutnya secara struktur, pertumbuhan masih didominasi industri pengolahan yaitu dari sisi produksi.

Kemudian, pada April 2024, laju inflasi Maluku Utara tercatat sebesar 2,93% (yoy), menurun dari bulan sebelumnya dan berada di bawah inflasi nasional yang sebesar 3,00% (yoy). Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 3,14% (yoy) dan Kabupaten Halmahera Tengah sebesar 1,91% (yoy). Komoditas beras, cabai rawit, bawang merah, bahan bakar rumah tangga menjadi komoditas utama penyumbang inflasi April 2024 secara yoy.

Di sisi lain,  neraca perdagangan, surplus neraca perdagangan masih terus berlanjut dan berada pada angka USD734,41 Juta.

Untuk April 2024 saja masih didominasi oleh komoditas feronikel di Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan.

Selain ferronickel, ekspor Maluku Utara berasal dari oksida nikel, nikel matte, bijih besi, hasil perikanan, serta hasil perkebunan.

Dari sisi impor, Impor bulan April 2024 tercatat sebesar USD262,10 juta yang sebagian besar berasal dari komoditas pembangunan smelter berupa mesin-mesin serta bahan baku mineral pembangkit listrik tenaga panas bumi. Beralih ke indikator kesejahteraan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami tren penurunan pada tiga tahun terakhir. Per Februari 2024, TPT tercatat sebesar 4,16%, turun 0,44% poin dibandingkan dengan Februari 2023.

Sementara itu, meninjau sektor primer di Maluku Utara, tepatnya pada sisi kesejahteraan petani dan nelayan, Nilai Tukar Petani (NTP) secara gabungan pada April 2024 berada di angka 104,16 tumbuh 0,49% poin.

jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu pada April 2024, NTP Gabungan Tanpa Perikanan tercatat sebesar 104,54 naik 0,54% (mtm) dengan Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang tercatat sebesar 98,22 turun sebesar 0,43% (mtm) yang terjadi karena penurunan harga pada beberapa komoditas ikan.

Berlanjut ke isu strategis, Muhammad Priandi menyampaikan isu terkait dengan potensi pengembangan rumput laut di Provinsi Maluku Utara. Maluku Utara sebagai daerah dengan luasan laut yang dominan memiliki potensi pengembangan rumput laut yang cukup besar.

Sayangnya pengembangan rumput laut ini belum dilakukan secara maksimal karena belum dapat diolah secara optimal sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih.

Oleh karena itu, diperlukan adanya program pendukung potensi rumput laut di Maluku Utara, misalnya dengan hilirisasi rumput laut, proyek restorasi lingkungan, hingga program kerja sama dengan UMKM maupun badan usaha.

Sebagaimana concern Pemerintah terkait dengan perubahan iklim.  Analisis tematik yang dibawa adalah terkait dengan Analisis Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Kinerja Sektor Perekonomian Regional.

Yaitu fenomena kehilangan tutupan pohon di Maluku Utara meliputi  258,9 ribu ha dalam kurun waktu 2021-2023  hal ini yang perlu diperhatikan khususnya dalam pengaruhnya terhadap pemanasan global.

Tak hanya itu, dampak aktivitas pertambangan juga menyebabkan efek seperti perubahan benteng alam akibat pembukaan lahan.

“Perubahan iklim juga berdampak pada sektor pertanian, salah satunya dibuktikan dengan tren penurunan produktivitas padi dan beras yang disebabkan karena pengurangan lahan pertanian akibat adanya konversi lahan pertanian menjadi areal perumahan dan pertambangan,” lanjutnya Dia menambakan, dengan adanya  peningkatan produktivitas petani yang menurun diiringi dengan biaya produksi pertanian yang meningkat, membuat petani enggan untuk bekerja karena hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan usaha.

Tak hanya pada sektor pertanian, perubahan iklim juga berpengaruh pada sektor perikanan, khususnya terkait dengan wilayah/area tangkapan ikan yang semakin jauh karena tercemarnya sejumlah area pesisir di Pulau Halmahera,” tukasnya.

Pada kesempatan ini, Perwakilan Kementerian Keuangan juga menyampaikan insight berjudul “Menggagas Kie Raha Marathon Sebagai Potensi Ekonomi Baru di Maluku Utara “.

Editor : Armand

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *