Klikfakta.id, TERNATE– Dalam rangkaian kegiatan IP Clinic yang diselenggarakan oleh Kanwil Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Maluku Utara (Malut), hari ketiga tema pembahasan IP Talks berfokus pada Desain Industri dan Urgensi Merek.

Kanwil Kemenkumham Malut dan DJKI menghadirkan 3 narasumber dari DJKI, yaitu Yustiana Linasari, Zenni Mardhatillah, dan Erni Purnamasari. Moderator oleh Analis KI Madya Kemenkumham Malut, Mohamad Ikbal.

Kakanwil Kemenkumham Malut, Ignatius Purwanto sebelumnya mendorong pentingnya perlindungan hukum terhadap merek dan desain industri bagi pengembangan produk lokal.

Pelindungan hukum ini, tutur Purwanto, tidak hanya melindungi pemilik merek, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.

Mengawali kegiatan, Yustiana Linasari menjelaskan terkait Pelindungan Merek, yaitu menurut Pasal 1 Ayat 1 UU No. 20 Tahun 2016, dijelaskan bahwa merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

“Kenapa kita harus mendaftarkan merek? karena Hak Eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar, yaitu dapat menggunakan sendiri merek tersebut, dan memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan merek tersebut serta melarang pihak lain untuk menggunakan merek tersebut,” jelasnya.

Kemudian paparan dilanjukan oleh Zenni, terkait dengan apa itu Desain Industri? Yaitu suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.

“Desain Industri dapat didaftarkan apabila, Desain Industri yang memiliki kebaruan (novelty) dengan catatan jika pada tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan Desain Industri yang telah ada sebelumnya, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan,” ungkapnya.

Disamping itu, Erni Purnamasari menguraikan mengapa aset KI bernilai, dikarenakan memiliki pelindungan hukum, kemudian memiliki nilai dalam bisnis (eksklusifitas, memperbarui jenis bisnisnya, mendapatkan harga premium), menciptakan penghasilan/ income, mendatangkan investor, serta mendorong riset dan pengembangan teknologi.

Pentingnya merek dan desain industri akan berpengaruh pada nilai ekonomi sebuah produk, baik yang dimiliki oleh perorangan, badan atau entitas pemerintah.

Di Ternate sendiri merek “Ternate Kota Rempah” menjadi identitas city branding daerah dalam upaya mendorong pariwisata dan ekonomi daerah.(hms/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *