Klikfakta.id, TERNATE– Menantu Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo( Jokowi), Bobi Nasution ikut terseret dalam perkara suap proyek, jual beli jabatan, dan perizinan pertambangan, serta gratifikasi dengan terdakwa eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba atau AGK.

Nama Bobi Nasution yang saat ini menjabat sebagai wali kota Medan ikut disebut dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate, Rabu 31 Juli 2024.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi itu, JPU KPK menghadirkan sejumlah saksi.

Mereka diantaranya, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Malut, Suryanto Andili, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Mifta Bay, serta Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ahmad Purbaya, Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Pembangunan (Bappeda) Muhammad Sarmin S. Adam.

Kadis ESDM Malut, Suryanto Andili saat dimintai keterangan dalam sidang yang dipimpin Rommel Fransciskus Tampubolon didampingi empat anggota lainnya menyebut salah satu blok tambang milik pengusaha grup Medan yang diurus langsung oleh terdakwa AGK.

Grup medan dimaksud adalah wali kota Medan, Bobi Nasution.

“Itu yang saya tahu, karena hanya itu yang disampaikan langsung pak gub (AGK) dengan mengatakan bahwa ini punya-nya Medan. Itu saya tau, karena disampaikan Bobi Nasution,” ujar Suryanto menjawab pertanyaan JPU dan majelis hakim.

Suryanto juga  menegaskan bahwa dalam permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik wali kota Medan itu pengurusannya tidak melalui dirinya, sebab semuanya terdakwa AGK yang mengarahkan.

“Saya tidak pernah tau permohonan IUP, karena proses pengurusannya itu mereka langsung bertemu dengan pak gub,” katanya.

Suryanto mengakui bahwa dirinya dan Muhaimin Syarif serta terdakwa AGK juga pernah berangkat ke Kota Medan terkait dengan IUP.

Pada saat itu, Ia bertemu para pengusaha yang di Medan untuk membicarakan hal ini.

“Kalau soal investasi diwilayah Maluku Utara yang berkaitan dengan adanya pengusaha di Medan,” sebutnya.

Kemudian didalamnya itu keterlibatan Muhaimin yang pada ini saat telah ditetapkan sebagai tersangka juga ada, bahkan Nazla Kasuba anak terdakwa AGK, dan Reza sebagai menantu AGK, dan Olivia Bachmid istri dari Muhaimin.

Keterangan dari Suryanto tersebut ditanggapi oleh JPU KPK Andi Lesmana yang mempertanyakan terkait istilah ” blok medan” karena istilah yang sering dipakai, apakah itu merupakan nama perusahaan atau nama orang.

“Kenapa harus nama Medan yang dipakai, kan bisa saja memakai nama Ternate atau Obi?,” tanya Andi kepada Suryanto.

Dicecar dengan pertanyaan tersebut, Suryanto mengakui kalau dirinya mengetahui sampai disitu dan sampai seterusnya.

” itu saja yang saya tau pak,” ucap Suryanto menjawab pertanyaan Andi dari JPU KPK.

Suryanto dalam kesempatan itu juga tidak membantah terkait dengan nama istilah yang dipakai untuk nama orang.

“Kalau saya tidak salah nama itu adalah Boby Nasution,” singkatnya menjawab pertanyaan JPU lagi.

Bahkan Suryanto juga mengakui nama Boby Nasution yang dimaksud, adalah wali kota Medan ya? Dan maksudnya apa Blok Medan itu? tanya JPU.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Suryanto membenarkan pertanyaan JPU KPK dengan mengatakan bahwa itu benar.

“Iya benar yang pak Jaksa katakan, karena ititu yang saya dengar,” jawab Suryanto.

Kemudian JPU KPK menyentil dengan mempertanyakan apakah saudara saksi juga pernah berkunjung ke kota Medan?.

“Saksi pernah berkunjung ke Medan tidak,” tanya JPU lagi.

Namun jawab Suryanto dengan tidak merasa keberatan dan langsung ikut membenarkan pertanyaan JPU KPK dengan menyatakan bahwa kunjungan ke medan untuk bersilaturahmi

“Kalau kunjungan ke Medan hanya untuk bersilaturahmi membahas soal investasi yang direncanakan diwilayah Maluku Utara,” ucapnya.

Suryanto menjelaskan, setelah sampai di medan terdakwa AGK yang bercerita langsung soal investasi. Srmentara dirinya hanya mendampingi.

“Kalau terkait dengan kehadiran saya di Medan itu, untuk mewakili Pak Bambang dari PTSP, karena pada saat itu Pak Bambang sementara sakit,” terangnya.

Suryanto juga mengaku bahwa kehadirannya di kota medan juga bersama Muhaimin Syarif, Olivia Bachmid dan Nazla Kasuba yang diketahui sebagai anak dari terdakwa, serta menantu AGK.

“Pertemuan itu hanya sebatas kami bersilaturahmi dengan pengusaha yang ada di Medan,” pungkasnya mengakhiri.

Sementara Kepala BKD Miftah Bay juga mengakui bahwa eks Kepala Dinas (Kadis) Perumahan dan Permukiman Adnan Hasanuddin serta Kepala Bappeda Malut, Muhammad Sarmin S. Adam, memberikan uang senilai Rp80 juta untuk mengamankan jabatannya.

Bahkan dihadapan majelis dan JPU KPK Miftah menceritakan, bahwa Dia juga meminta uang senilai Rp40 juta kepada Adnan untuk kepentingan pembayaran honor Panitia Seleksi (Pansel) dan Tim Asesor dalam seleksi jabatan Pratama Madya.

Alasan meminta uang itu karena anggaran di BKD sudah tidak ada sehingga diharuskan meminta kepada Adnan untuk memfasilitasi assesmen.

Sejumlah uang dengan nilai puluhan juta yang diterima Miftah itulah, untuk membuat nilai assesmen milik Adnan itu berubah menjadi nilai tertinggi dari semua peserta pada saat mengikuti asesmen.

“Iya waktu itu pak gub perintahkan saya sampaikan ke Pansel, merubah nilai Adnan Hasanuddin,” ucap Miftah dihadapan majelis hakim dan JPU KPK.

Sementara kepala Bappeda Malut , Muhammad Sarmin S. Adam ikut mengakui setor uang ke Kaban BKD senilai Rp40 juta guna untuk kelancaran asesmen yang dilaksanakan oleh BKD.

“Saya juga memberikan uang kepada Kepala BKD pak Miftah sebesar Rp40 juta, ” tuturnya.

Pernyataan Muhammad Sarmin S. Adam itu, sempat membuat Kepala BKD Miftah Bay terlihat panik.

Mifta bahkan tidak bisa menjawab ketika ditanya oleh JPU KPK, dengan menanyakan kenapa hanya diminta kepada Adnan Hasanuddin.

“Kenapa hanya Sarmin yang harus menyetorkan uang ke kamu (Miftah) sementara peserta lain tidak?,” tanya JPU KPK.

Sementara Kepala BPKAD Malut Ahmad Purbaya juga mengakui dihadapan majelis hakim dan JPU KPK serta penasehat hukum terdakwa mengakui memberikan uang kepada AGK Rp1,200 miliar.

Hal tersebut terungkap ketika JPU menanyakan dalam BAP yang pernah saudara saksi Ahmad diperiksa tim penyidik KPK ini secara keseluruhan uang diberikan kepada terdakwa AGK dengan nilai sebesar Rp1, 200 miliar sekian.

“Apakah itu benar atau tidak,” tanya JPU, dan langsung dijawab oleh saksi Ahmad Purbaya selaku Kepala BPKAD.

“Iya benar pak JPU,” kata Ahmad menjawab pertanyaan JPU.

Ia bahkan mengakui bahwa uang yang diberikan tersebut dilakukan secara bertahap melalui terdakwa Ramadhan Ibrahim dan beberapa saksi lainnya, seperti Zaldi Kasuba, Fajrin, Wahidin Tahmid oknum polisi yang juga pernah dihadirkan JPU KPK bersama istri sirinya di pengadilan sebagai saksi.

“Uang yang saya berikan secara cash di Hotel Bidakara Jakarta, dikediaman terdakwa AGK waktu masih menjabat sebagai Gubernur Malut melalui para ajudan pak JPU,” ucap Ahmad sembari menjelaskan pemberian uang kepada AGK.

Purbaya juga tampaknya tidak banyak bicara dalam memberikan kesaksian ketika ditanyakan JPU KPK terkait dengan aliran uang yang Ia (Ahmad) dapatkan.

“Jawab yang jujur ya kamu (Ahmad Purbaya) bersumber dari mana uang- uang yang kamu berikan ke terdakwa AGK?,” tanya JPU KPK lagi.

Mendengar pertanyaan dari JPU KPK, Ahmad Purbaya yang terlihat keringat dingin ikut keluar itu dengan langsung memberikan jawaban menyedihkan menyatakan uang itu adalah uang dari perjalanan dinas.

“Siap pak JPU, selain dari perjalanan dinas, ada juga honor-honor pegawai di BPKAD, serta uang kegiatan yang saya tampung,” jelas Ahmad sembari menjawab pertanyaan JPU KPK.

Selain itu, JPU KPK juga dengan cara langsung mengonfrontir pengakuan saksi dari yang sebelumnya bernama Sury Jaya selaku Sekertaris BPKAD Provinsi Maluku Utara.

Pasalnya disidang sebelumnya yang juga dihadirkan JPU KPK oleh saksi Sury mengaku meminta uang ke pihak rekanan (Kontraktor) sebesar Rp500 juta untuk diberikan ke terdakwa AGK sebagai Gubernur kala itu.

Uang Rp500 juta itu diminta kepada rekanan yang bernama Irwan Djaga diketahui selaku direktur PT Sultan Sukses Mandiri pada saat itu sedang mengerjakan proyek pembangunan asrama di BPKAD Provinsi Maluku Utara.

“Iya benar pak, pada waktu Rekanan pekerjakan proyek asrama di BPKAD, uang itu diberikan bertahap, karena yang pertama Rp300 juta, dan Rp200 juta menyusul,” pengakuan Ahmad Purbaya.

Selanjutnya majelis hakim langsung memberikan kesempatan kepada terdakwa eks Gubernur Malut AGK menanggapi keterangan saksi-saksi yang baru memberikan kesaksian di persidangan.

AGK dengan singkat menjawab bahwa dirinya tidak membantah dan tak keberatan keterangan para saksi.

“Saya tidak keberatan yang mulia,” ujar AGK dengan nada yang terdengar sedih.. ***

Editor    : Armand 

Penulis : Saha Buamona 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *