Klikfakta.id, HALSEL — Praktisi Hukum Maluku Utara (Malut) Agus Salim R Tampilang menyoroti terkait beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Selatan (Halsel) yang berkantor di Masjid Raya Halsel.

Agus mengatakan bahwa beberapa instansi Pemkab Halsel yang dengan sengaja berkantor di masjid raya itu tidak dapat dibenarkan, karena masjid adalah sarana tempat Ibadah untuk ummat muslim.

Tempat Ibadah menurut Agus , tidak ada aktivitas perkantoran disitu, apalagi saat ini momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada), karena dalam aturannya sudah jelas bahwa rumah ibadah itu dilarang untuk berpolitik didalamnya.

Artinya pemerintah membatasi orang atau para pihak melakukan aktifitas politik praktisi disitu, karena birokrasi itu walaupun tidak tercemar dengan politik, tapi biasanya birokrasi untuk dijadikan kendaraan buat Incumbent dalam pilkada kedepan.

“Menurut saya aktivitas perkantoran di Masjid Raya Halsel yang dilakukan oleh beberapa Dinas terkait itu tidak boleh,” tegasnya, kepada tegas Agus, Selasa 2 Juli 2024.

Agus meminta kepada Dewan Masjid Indonesia (DMI) Perwakilan Maluku Utara dan Halmahera Selatan untuk memberikan teguran keras atau segera mengusir beberapa dinas yang melakukan aktivitas di tempat ibadah itu.

Menurutnya masjid adalah sarana tempat beribadahnya ummat muslim, kemudian di masjid itu hanyalah aktifitas- aktivitas  ibadah

Jadi sangat lucu jika ada perkantoran disitu, sementara orang-orang yang beraktifitas di masjid belum tentu semuanya ummat muslim.

“Apalagi kita ini kan dilarang masuk ke masjid dengan alas kaki sendal atau sepatu, lalu bagaimana ada aktifitas perkantoran disana,” katanya.

Agus bahkan menyatakan Pejabat (Pj) Bupati Halsel Hasan Ali Bassam Kasuba kok mengelola pemerintahan halmahera selatan sampai hancur seperti itu. Ini adalah kesalahan pj. Bupati, kenapa tidak cerdas dalam mengelola birokrasi.

“Patut saya menduga kalau seorang pj Bupati lebih memilih menggunakan anggaran untuk turun ke Desa-desa mensosialisasi dirinya, dibandingkan mencari kantor atau mengotrak rumah untuk aktifitas birokrasi,” tukasnya.

Jikalau memang perkantoran itu ada masalah maka pimpinan OPD atau kepala dinas cepat koordinasi dengan pj. Bupati agar segera mengeluarkan anggaran untuk sewa rumah dijadikan kantor, bukan lebih besar Bupati jalan jalan melakukan sosialisasi diri atau pergerakan-pergerakan politik.

Sementara birokrasi saja hancur, maka yang jelas disini Agus meminta kepada DMI Malut dan Halsel agar supaya mengeluarkan surat teguran keras kepada dinas yang beraktivitas atau berkantor di masjid.

“Karena kami menganggap aktivitas beberapa dinas itu bisa melecehkan masjid itu sendiri, kenapa saya katakan melecehkan, karena sarana tempat ibadah tidak diperbolehkan menggunakan sendal dan sepatu,” tuturnya.

Hari ini, lanjut Agus terjadi di Halsel yang Bupatinya konon katanya jebolan dari pesantren atau memiliki pendidikan agama cukup baik, masa tidak tau fungsi masjid kan aneh.

Agus mendesak kepada Bupati Halsel Bassam Kasuba cobalah lihat secara agama, apakah beberapa dinas yang berkantor di masjid dapat dibenarkan atau tidak? Karena secara hukum pun tak bisa.

“Secara hukum bahwa tempat ibadah menurut undang-undang pemilihan tidak bisa ada aktifitas politik disana, jadi aktifitas politik kenapa kami katakan tidak bisa, karena biasanya birokrasi dijadikan sebagai kendaraan politik buat Incumbent,” pungkasnya.

Kalau birokrasi saja sudah berkantor didalam masjid, terus bagaimana dengan undang-undang partai politik (Parpol) kemarin dirubah itu, jadi jelas- jelas sarana atau rumah ibadah yang dijadikan kantor disana tidak dapat dibenarkan.

Pengacara Kondang itu menegaskan kepada Dewan Masjid Indonesia, dari Halsel maupun Provinsi Maluku Utara, hingga pusat segera bertindak tegas untuk memberikan surat teguran keras terhadap Pemkab Halsel karena bisa dikatakan telah melecehkan tempat atau rumah ibadah ummat muslim.

“Saya katakan melecehkan karena tempat ibadah tidak bisa ada sendal atau sepatu digunakan didalamnya, apalagi seorang Bupati yang kami ketahui jebolan pesantren dari Qairo atau dimanapun, cobalah koreksi diri apakah tindakan beberapa OPD yang berkantor di masjid bisa dibenarkan atau tidak,” tanya Agus.

Bahkan Agus menjelaskan kalaupun ada kebutuhan birokrasi, seharusnya dianggarkan, jika memang sementara sedang membangun atau merenovasi kantor, maka Bupati harus mengambil langkah taktis dan kepala dinas harus berpikir agar supaya siapkan anggaran kontrak rumah warga untuk dijadikan kantor.

“Saya menduga jangan sampai OPD yang berkantor di masjid itu dapat dianggarkan, kemudian anggarannya mengalir ke pihak tertentu, apalagi dalam momentum pilkada ini segala hal bisa terjadi,” ujarnya.

Agus bahkan meminta kepada badan pemeriksa keuangan (BPK) atau badan pemeriksa keuangan provinsi (BPKP) Maluku Utara turun mengaudit terkait anggaran Halsel itu, apakah ini dianggarkan atau tidak? Kalau tidak dianggarkan tidak masalah.

“Akan tetapi jika dianggarkan tentu sangat bermasalah, dan apabila benar dianggarkan maka rumah ibadah dijadikan tempat transaksi, karena ada korupsi disitu, kemudian rumah ibadah ini dijadikan tempat untuk berkantor, padahal dianggarkan, tapi dinikmati oleh pihak-pihak tertentu,” tegasnya.

Sekedar diketahui OPD Pemkab Halsel yang saat ini berkantor di masjid Raya sebanyak tiga dinas diantaranya, dinas pemberdayaan masyarakat desa atau DPMD, dan dinas perumahan kawasan permukiman (Perkim) serta badan kesatuan bangsa dan politik (Kesbangpol).***

Editor    : Armand

Penulis : Saha Buamona

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *