Klikfakta. id, TERNATE– Kinerja Kejaksaan Tinggi( Kejati) Maluku Utara dibawah kepemimpinan Herry Ahmad Pribadi patut dipertanyakan.
Pasalnya, terdapat sejumlah kasus korupsi yang ditangani hingga memasuki awal tahun 2025 tak kunjung ada penyampaian ke publik melalui press release akhir tahun, terkait perkembangan penanganan kasus yang ditangani.
Berikut deretan kasus dugaan korupsi yang ditangani penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara:
1. Kasus dugaan korupsi anggaran Makan minum (Mami) dan perjalanan dinas yang melekat di sekretariat Wakil Kepala Daerah (WKDH) dengan nilai sebesar Rp. 13,8 Miliar.
Dalam kasus tersebut saat ini, kurang lebih 20 orang saksi sudah dimintai keterangan dan penyidik Kejati Malut juga sudah menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK-RI.
2. Kasus penggunaan dana pinjaman, Pemkab Halmahera Barat TA 2017 senilai Rp 159,5 miliar tahun anggaran 2017 yang bersumber dari pinjaman di Bank Maluku-Maluku Utara. Hingga saat ini, 10 orang diperiksa sebagai saksi oleh Tim Penyidik Pidsus.
Kasus tersebut saat ini telah resmi ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Mantan Sekda Halmahera Barat, M Syahril Abd Radjak dan juga mantan Staf BPKD Halmahera Barat, Asri Syais juga ikut diperiksa.
3. Kasus dugaan korupsi pemotongan TPP ASN maupun non-ASN di Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Chasan Boesoirie Ternate yang diketahui dalam penanganan kasus ini, sudah 23 orang dimintai keterangan bahkan mantan Direktur RSUD Chasan Boesoirie, dr. Samsul Bahri dan Wakil Direktur (Wadir) RSUD Chasan Boesoirie, Fatimah Abas juga diperiksa.
Pemotongan TPP selama 15 bulan itu milik para dokter, perawat, ASN dan non ASN yang bertugas di Rumah Sakit milik Pemprov Maluku Utara dengan temuan, tunggakan mencapai Rp 200 Miliar lebih yang sementara diaudit.
4. Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Halmahera Selatan yang menelan anggaran sebesar Rp 109 miliar, proyek tersebut diketahui mulai dikerjakan pada tahun 2016 hingga saat belum diselesaikan pembangunannya.
Kasus dugaan, korupsi pembangunan Masjid Raya Halmahera Selatan. Kejati masih menunggu penghitungan kerugian negara, dari BPKP Maluku Utara. Untuk diketahui pembangunan masjid raya Halsel hingga saat ini diduga telah menelan anggaran yang kurang Rp.130 miliar sekian.
5. Kasus dugaan korupsi pengadaan dua kapal penangkap ikan (Billfish) milik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara.
Kedua kapal penangkap ikan itu yakni Billfish 01 dan Billfish 02 merupakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP RI yang kemudian diserahkan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara pada tahun 2017.
Pengadaan Billfish 01 dan Billfish 02 itu awalnya untuk mendukung event Widi International Fishing Tournament di Halmahera Selatan tahun 2017 dengan syarat ketika event selesai, dua kapal itu diserahkan kepada masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan.
Namun hingga event telah selesai, kedua kapal ini tidak diserahkan kepada kelompok nelayan.
Penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus pengadaan dua kapal penangkap ikan milik DKP Malut.
Padahal proyek pengadaan dua kapal yang dikerjakan CV Mandiri Makmur itu bernilai kontrak Rp 5,9 miliar.
6. Kasus penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) 22 perusahaan di Maluku Utara. Dalam kasus ini juga Penyidik sudah memeriksa Kepala Dinas PMPTSP Maluku Utara, Bambang Hermawan dan 5 orang lainya.
Namun hingga saat ini kasus tersebut belum juga ada kejelasan dari Kejati Maluku Utara.
7. Kasus dugaan korupsi anggaran Covid-19 di Dinas Sosial (Dinsos), Maluku Utara. Dalam kasus tersebut telah masuk dalam tahap penyelidikan, kasus ini awalnya sesuai dengan nomor dan surat perintah (P-2) Print- 616/Q.2/Fd.2/06/2023.
Berupa kegiatan pengadaan bantuan sosial untuk anak yatim piatu, lansia dan difabel serta program jaring pengaman sosial senilai Rp 1.784.401.000 pada tahun 2020.
8. Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pengelolaan penyertaan modal PT Alga Kastela Bahari Berkesan oleh Pemkot Ternate dengan nilai mencapai Rp1,2 miliar.
9. Kasus dugaan korupsi belanja bahan sembako atas kegiatan penyaluran paket bantuan terkait COVID–19 di Biro Kesra Pemprov Malut tahun anggaran 2020 senilai Rp8,3 miliar.
10. Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana penyertaan modal dari Pemkot Ternate ke Bank BPRS Bahari Berkesan tahun 2016 – 2019 senilai Rp11 miliar.
11. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik dan peraga peserta didik SMKN 1 Pulau Morotai dan SMKN 4 Kota Ternate pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Malut 2022.
12. Kasus dugaan korupsi anggaran pelaksanaan STQ Nasional ke XXVI tahun 2021. Agenda nasional yang digelar di Sofifi itu menelan anggaran sebesar Rp46 miliar.
Dugaan yang mencuat ada indikasi korupsi sebesar Rp20 miliar, melekat pada tujuh kegiatan Biro Umum Sekretariat Daerah Maluku Utara.
Penanganan sejumlah kasus korupsi yang tak kunjung ada titik terang tersebut menuai sorotan dari Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Maluku Utara, Bahtiar Husni.
Ia meminta Kejati untuk menyampaikan progres penanganan perkara korupsi yang ditangani.
Artinya Kejati harus menyampaikan progres melalui pres rilis akhir tahun 2024 kemarin, bukan harus bungkam, sehingga terlihat seperti tidak ada sama sekali progres penanganan kasus korupsi yang ditangani.
Padahal akhir tahun itu tentu Kejati bisa sampaikan capaian tindak pidana korupsi yang ditangani namun tidak dilakukan
Hal ini kata dia, tentu terkesan Kejati diam atau stagnan akibatnya berujung ketidakjelasan kasus korupsi yang ditangani.
“Untuk itu kami meminta kepada Kajati Malut Herry Ahmad Pribadi agar segara evaluasi kepada penyidik untuk menyampaikan progres penanganan kasus kepada publik,” tegas Bahtiar pada Rabu 8 Januari 2025.
Bahtiar bahkan mengakui sejumlah kasus yang ditangani Kejati Malut itu seperti dugaan tindak pidana korupsi anggaran makan minum (Mami) dan perjalanan dinas (Perjadin) sekretariat Wakil Kepala Daerah (WKDH) Provinsi Maluku Utara.
Selain itu dugaan korupsi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TTP) ASN maupun non-ASN Rumah Sakit Umum Daerah (RUSD) Chasan Boesoirie Ternate dan lainya yang hingga saat ini tidak ada kejelasan.
“Kalau kasus Mami dan WKDH itu alasan Kejati tunggu hasil audit tetapi sampai sekarang tidak jelas, begitu juga dengan dugaan kasus korupsi yang lain-lain,” ucapnya.
Untuk itu, kata Bahtiar Kajati Malut Herry harus betul-betul melakukan evaluasi kepada penyidik sejauh mana kasus yang ditangani, agar tidak terkesan jalan ditempat.
“Karena publik juga mengawal ini jadi Kejati harus terbuka terkait dengan penanganan kasus korupsi yang ada,” tukasnya.
Sebelumnya, Herry Ahmad Pribadi, selaku Kajati Maluku Utara juga ikut bersikap dalam hal penanganan kasus korupsi di Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Pasca memegang tongkat Kejati Malut dari tangan Budi Hartawan Panjaitan pada 13 Juni 2024 lalu, ia langsung mengaku siap menangani kasus korupsi yang ditinggalkan pejabat sebelumnya seperti halnya kasus mami dan kasus lainnya.
“Garis besarnya, saya selaku Kajati baru, akan meneruskan pekerjaan yang sudah dilakukan oleh pejabat sebelumnya,” terang Herry.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Maluku Utara, Richard Sinaga mengatakan, penanganan kasus di Kejati Maluku Utara pastinya tetap diproses. Seperti kasus Mami dan WKDH dimana kasus tersebut masih proses penyidikan.
Disentil, apakah dalam waktu dekat bakal diumumkan tersangka, Richard menuturkan penetapan tersangka itu nanti dilihat dan bakal disampaikan.
“Masih penyidikan. Nanti kita sampaikan lagi,” singkatnya. ***
Editor : Armand
Penulis : Saha Buamona
Komentar