Klikfakta.id, TERNATE — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan pengusutan kasus eks Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba (AGK) dinilai ada tebang pilih atau menggunakan standar ganda.

AGK ditetapkan tersangka atas kasus suap proyek, perizinan, dan gratifikasi serta jual beli jabatan, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh tim penyidik KPK pada Desember 2023 lalu.

Sementara dalam kasus tersebut ada dugaan keterlibatan para pejabat dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut terungkap didalam fakta persidangan, tapi tidak dlakukan proses hukum oleh lembaga anti rasuah ini.

Penilaian terhadap tim penyidik KPK itu disampaikan oleh praktisi hukum Maluku Utara, Agus Salim R. Tampilang.

Agus menegaskan, semua pemberi dan penerima suap kepada terdakwa AGK yang terungkap didalam fakta persidangan harusnya dimintai pertanggungjawaban hukum.

Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak idana korupsi sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan undang undang tersebut.

Kemudian dijelaskan bahwa pegawai paratur sipil negara (ASN) atau penyelenggara negara yang menerima uang dengan nilai diatas Rp30 juta itu jika tidak dilaporkan, maka dianggap suap.

“Untuk itu pemberi dan penerima suap harus dimintai pertanggungjawaban hukum secara sama-sama,” ujar Agus kepada Klikfakta.id, Jumat 31 Mei 2024.

Anehnya tim penyidik KPK sampai saat ini masih melakukan pengembangan kasus, dan hanya menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Mantan Ketua DPD Malut partai Gerindra Muhaimin Syarif bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Imran Yakub.

Menurut Agus, orang-orang ini sudah jelas-jelas terlibat dalam kasus suap AGK sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan sampai sekarang tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK.

Mestinya semua itu harus ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK, dan dimintai pertanggungjawaban hukum agar kasus ini bisa menjadi terang-benderang.

“Karena KPK sekarang ini dipercayai dan sangat diharapkan masyarakat Maluku Utara untuk membongkar kasus tersebut hingga ke akarnya,” pintanya.

“Akan tetapi sangat disayangkan KPK, karena terlihat sangat memilih untuk tetapkan tersangka, sebenarnya ada apa dengan KPK,” tanya Agus kepada KPK.

Agus bahkan menyebut bahwa sesuai dengan fakta persidangan sudah jelas saksi menyatakan pejabat pemprov mulai dari Sekertaris Daerah Provinsi Maluku Utara, Samsuddin A. Kadir yang saat ini menjabat sebagai Pj Gubernur.

“Bahkan hampir semua pejabat itu memberikan uang ke eks Gubernur Malut AGK,” ungkapnya.

Akan tetapi kenapa sampai sekarang ini mereka tidak diproses hukum dan dimintai pertanggungjawaban hukum, termasuk dengan serta Pj. Gubernur Malut Samsudin A. Kadir, sebenarnya ada apa dengan KPK?

“Jadi kalau KPK tidak menetapkan mereka tersangka, maka patut kami mencurigai bahwa KPK ada hubungan emosional dengan orang-orang yang diduga memberikan suap ke AGK,” timpalnya.

Oleh karena itu Agus mendesak KPK untuk semua penerima dan pemberi suap, dalam hal ini beberapa pejabat pemprov dan swasta harus ditetapkan sebagai tersangka, karena dalam fakta persidangan diatur dalam pasal 185 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Karena fakta persidangan itu telah menerangkan bahwa ada pengakuan seseorang dalam persidangan adalah alat bukti yang sah dan tidak dapat terbantahkan lagi.

“Mestinya alat bukti tersebut harusnya dikembangkan oleh KPK, tapi kenapa saat ini tidak dikembangkan, ada apa dengan tim penyidik KPK. Kalau KPK benar-benar serius, maka segera menetapkan semua pemberi dan penerima suap tersangka,” pungkasnya.

Agus bahkan mengatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama di mata hukum, atau seperti didalam istilah menyebutkan Equality Before The Law, tidak ada yang harus diistimewakan.

Jadi Siapapun dia, jika terlibat kasus ini sudah seharusnya dimintai pertanggungjawaban hukum dan proses hukum.

“Karena Maluku Utara sudah menjadi sarang korupsi yang bukan saja eks Gubernur AGK, akan tetapi sudah tertular kesemua bawahannya, apalagi nama mereka terungkap didalam fakta persidangan atas dugaan pemberi suap, jadi segera tetapkan mereka itu tersangka,” tegasnya.

Sebelumnya sidang dengan agenda pembacaan dakwaan pada Rabu 15 Mei 2024 kemarin AGK didakwakan menerima total uang dari hasil suap proyek infrastruktur, jual beli jabatan dan gratifikasi sebesar Rp 109,7 miliar dari 354 orang pemberi.

Dalam kasus ini, terdapat 27 rekening berbeda yang diduga digunakan AGK untuk menerima gratifikasi dan suap, baik rekening milik Sekretaris pribadi, keluarga serta milik terdakwa. JPU KPK merinci sejumlah nama pejabat dan kontraktor sebagai pemberi uang dengan cara bertahap, yakni:

1. 18 Juli 2019–17 Oktober 2023 dari Abdi Abdul Aziz sebesar Rp 967 juta.

2. 20 Februari 2021–29 November 2023 dari Abdullah Assagaf sebesar Rp 987 juta.

3. 20 Desember 2022-29 November 2023 dari Adi Wirawan sebesar Rp2 miliar 46 juta.

4. 28 Januari 2020–11 September 2022 dari Ahmad Purubaya Rp 301 juta.

5. 24 Juli 2023-1 Agustus 2023 dari Amalia Mahli Rp.76 juta.

6. 25 Januari 2021-17 Desember 2023 dari Andi Ahmad Husaini sebesar Rp.1 miliar 315 juta.

7. 18 November 2021 dari Renny Laos sebesar Rp 50 juta.

8. 5 Januari 2023 dari Alfar Nik Rp.171 juta.

9. 12 Juni 2019-4 November 2023 dari Erfis Ongki sebesar Rp 642 juta.

10. 25 Februari 2023-27 November 2023 dari Dewi Kartika sebesar Rp.106 juta.

11. 10 Mei 2021-11 Desember 2023 dari Fahrudin Tukuboya sebesar Rp.18 juta.

12. 5 Agustus 2019–5 Juni 2023 dari Feni Jowayoknoto sebesar Rp.567 juta.

13. 4 Maret 2023-26 September 2023 dari Paten Sali Perdana Kusuma Rp. 477 juta.

14. 24 Maret 2023 dari Hartono T sebesar Rp 50 juta.

15. 29 Desember 2019–3 April 2022 dari Hasim Rp 36 juta.

16. 2 Oktober 2019–29 November 2023 dari Jamaluddin Pos Rp 205 juta.

17. 21 Desember 2019–29 Februari 2023 dari Idhar Sidi Umar sebesar Rp. 61 juta.

18. Pada 29 September 2023 dari Ismit Bachmit sebesar Rp 25 juta.

19. Pada 22 Agustus 2020–22 Maret 2023 dari Jerfis Geofani Leo sebesar Rp110 juta.

20. Pada 15 Oktober 2022-6 April 2023 dari Kadri Laece sebesar Rp 240 juta.

Dengan demikian jumlah orang yang mentransfer uang ke terdakwa melalui 27 rekening Rp 87.411.875.000. Jumlah yang diterima diluar gratifikasi di atas, terdakwa juga telah menerima uang tunai dari 16 orang dengan total Rp.12.455.000.000 dan 30 dolar Amerika serikat, jika dirupiahkan Rp 480.180.000.00.

JPU KPK merinci nama-nama yang memberi uang tunai kepada terdakwa sebanyak 16 orang dari pejabat Pemprov maupun Swasta.

1. Desember 2021 Abdi Abdul Aziz bertempat di hotel Bidakara Jakarta AGK menerima uang sebesar Rp 200 juta.

2. Awal Januari hingga Desember 2021 Ahmad Purubaya, bertempat di hotel Bidakara Jakarta AGK menerima Rp.1 miliar 20 juta.

3. Kantor Romoniti Jakarta AGK juga menerima uang Rp 2 miliar 200 juta .

4. Desember 2023 dari Saifuddin Djuba bertempat di CV Hijrah Nusa Tama Tidore AGK uang sebesar Rp 6 miliar 200 juta.

5. 2022 dari Feni Bachmit bertempat di hotel Bidakara Jakarta AGK menerima uang sebesar Rp 200 juta.

6. Desember 2023 dari Fanti Auda di hotel Bidakara Jakarta AGK menerima uang sebesar Rp 250 juta.

7. Tahun 2023 dari Hartono T bertempat di kampung Makean, Halmahera Selatan AGK menerima uang dari sebesar Rp 50 juta.

8. Tahun 2022 dari Umat Jafar Albaar yang bertempat di kediaman AGK sendiri di Kelurahan Tanah Tinggi, menerima uang sebesar Rp 20 juta.

9. Bulan Mei 2023 dari Jerfis Geofani Leo, AGK menerima uang sebesar Rp 110 juta.

10. November 2023 dari Nirwan M. T Ali, AGK menerima uang M.T Ali sebesar Rp 35 juta.

11. 2019–2020 dari Samsudin Abdul Kadir, AGK menerima uang sebesar Rp 420 juta.

12. Juli 2020–awal 2021 dari Sinfester Andreas, AGK menerima uang sebesar Rp 500 juta dan 100 dolar Singapura atau Rp 1.183.721 jika dirupiahkan.

13. Pada 15 Desember 2023 dari Jamaluddin yang bertempat di Bank Maluku AGK menerima uang sebesar Rp 1 miliar.

14. November-Desember 2023 dari Luki Rajapati, AGK menerima uang sebesar Rp 150 juta.

15. Tahun 2023 dari Maftu Iskandar Alam, bertempat di hotel Bidakara Jakarta AGK menerima uang sebesar Rp 100 juta.

16. Tahun 2023 dari Egi Sanusi di hotel Bidakara Jakarta, AGK menerima uang sebesar 30 ribu dolar Amerika atau Rp 450 juta jika dirupiahkan.

Sementara didalam persidangan yang digelar pada Rabu 22 Mei 2024 kemarin dengan agenda pemeriksaan saksi sebanyak 7 orang dari pemprov dan pihak Swasta.

Saksi Zaldi Kasuba menerangkan para Kadis yang sering memberikan uang ke AGK melalui dua rekening miliknya adalah Imran Yakub Kadis Pendidikan Malut secara bertahap Rp. 475 juta, Muhammad Sukur Lila Rp.50 juta, Samsuddin A Kadir saat itu Sekda Rp. 10 juta, Daud Ismail eks Kadis PUPR, Rp.40 juta, Kadis Kesehatan Idhar Sidi Umar Rp.10 juta, mantan Karo Umum Jamaludin Wua Rp.50 Juta, Abdullaah Assagaf Kadis Perikanan Rp.20 juta, Kristian Wuisan pihak Swasta Rp.50 juta pada tahun 2017.

Sementara Muhammad Fajrin sebagai PNS atau aspri AGK mengakui pernah menerima uang dari sejumlah Kadis termasuk Sekda Samsuddin yang saat ini menjabat sebagai Pj. Gubernur Malut memberikan uang ke AGK melalui dirinya sebesar Rp.10 juta.

Fajri mengaku diperintahkan AGK menerima uang dari kadis sebanyak 4 sampai 5 kali dengan jumlah kurang lebih Rp.100 sampai Rp.200 juta, diantaranya kadis PUPR Malut Daud Ismail Rp.20 juta untuk pembayaran hotel di Jakarta, Kepala BPKAD Malut Ahmad Prubaya sekira Rp 10 juta sampai Rp15 juta, kepala dinas perikanan Abdullah Assagaf Rp.10 juta, kepala dinas pertanian Mohtar Husen Rp10 juta, serta kepala dinas perdagangan Yudhitya Wahab Rp.10 juta.

Tak hanya Fajri juga mengaku uang dari Sekda Samsuddin A. Kadir yang saat ini menjabat sebagai Pj. Gubernur Malut Rp.10 juta sebanyak 3 kali, dan beberapa pejabat lain yang memberi uang ke AGK yakni Musrifah Alhadar Kadis P3A, eks Kadis Perkim Adnan Hasanuddin dan mantan Plt Kadis PUPR Saifuddin Djuba.

Senada dengan Rizmat Akbarullah Tomayto PNS atau Sespri mengaku kehadirannya sebagai saksi AGK berkaitan dengan rekening miliknya dari Bank BCA yang dibuka tahun 2017 atau 2018 berkaitan dengan AGK karena waktu itu dirinya menemui beberapa Kadis meminta pertolongan untuk pembelian tiket, ketika dihitung secara otomatis kurang lebih Rp.100 juta. Uang dari Ridwan Arsan, eks kepala BPBJ, Daud Ismail eks kadis PUPR Rp.20 juta lebih, Adnan Hasanuddin eks kadis Perkim Rp.30 juta, Salmin mantan kepala Bappeda Rp.15 juta.

Sementara Ikbal B. Rahman anggota Polri Ajudan atau Pamwal mengakui menggunakan rekening pribadinya yang dibuka sejak tahun 2014 dan 2017 Bank BCA yang juga menerima uang dari eks kadis PUPR Daud Ismail 5 sampai 6 kali melalui rekeningnya itu sekitar Rp.100 juta lebih, itu pun untuk pembangunan musallah, bantu orang tiket kapal dan Spid boat, yang dari kadis kesehatan Idhar Sidi Umar Rp10 juta.***

Editor    : Armand

Penulis : Saha Buamona

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *