Oleh: Sekretaris Jenderal Barisan Intelektual Muda (BIM) Malut Riswan Wadi, S.Sos. yang juga Mahasiswa Pasca Sarjana, Ilmu Politik Universitas Nasional 

Pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia, yang memiliki peran vital dalam pembentukan karakter dan penguatan spiritual masyarakat.

Namun, beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan meningkatnya politisasi dalam pesantren, yang berpotensi merusak kemurnian tujuan pendidikannya.

Politisasi pondok pesantren mencakup penggunaan institusi ini sebagai alat untuk kepentingan politik, baik oleh para politisi maupun kelompok-kelompok tertentu.

Ini sering kali dimulai dengan pemanfaatan pesantren sebagai basis massa atau alat propaganda, yang pada akhirnya dapat menggiring pesantren dari jalur pendidikan murni menjadi ajang persaingan politik.

Menjaga kemurnian pondok pesantren berarti memastikan bahwa pendidikan yang diberikan tetap fokus pada pembelajaran agama dan pengembangan karakter yang sesuai dengan ajaran Islam.

Pondok pesantren harus mampu berdiri teguh pada prinsipnya sebagai tempat pembelajaran yang mengutamakan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan, tanpa terpengaruh oleh tekanan politik luar.

Melawan politisasi memerlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk para pengelola pesantren, tokoh masyarakat, dan pemerintah. Pengelola pesantren harus tegas menjaga independensi lembaga mereka dan menolak segala bentuk intervensi politik yang dapat merusak integritas pendidikan. Tokoh masyarakat dan pemerintah, di sisi lain, perlu memberikan dukungan dalam bentuk regulasi yang melindungi pesantren dari penyalahgunaan politik.

Pada akhirnya, menjaga kemurnian pondok pesantren adalah tentang memastikan bahwa lembaga ini tetap menjadi tempat pembelajaran dan pengembangan diri yang berkualitas, sesuai dengan tujuan awalnya. Dengan melawan politisasi, kita tidak hanya melindungi nilai-nilai keagamaan, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih adil dan beradab.

Maka dalam rangka menyambut Kontestasi politik 2024 kami tentunya berharap bahwa setiap alumni dari pondok pesantren, jangan sekali kali merusak citra pondok pesantren di mata publik dengan menyematkan nama pondok pesantren pada rana politik praktis, Apalagi sebagai nomenklatur salah satu organisasi relawan politik.

Coba kita cermati pendapat dari tokoh politik dan tokoh agama Indonesia yaitu KH. Abdurahman Wahid : ”Soal akhlak, silahkan mengikuti ulama. Tapi, kalau soal politik, ya harus dipisah dengan urusan agama. Jadi, jangan ada politisasi pondok pesantren untuk kepentingan politik”.

Akhir dari tulisan ini Kami menutup dengan sebuah pantun : “Burung berkicau di pagi hari, Indah merdu menghibur hati. Pondok pesantren harus bersih dari politik, Agar ilmu dan akhlak tetap murni”.