DAERAH HUKRIM TERKINI
Beranda » Blog » Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Mami dan Perjadin Wagub Malut Tak Kunjung Ada Titik Terang

Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Mami dan Perjadin Wagub Malut Tak Kunjung Ada Titik Terang

Klikfakta. id, TERNATE– Penanganan kasus dugaan korupsi anggaran makan minum (Mami) serta perjalanan dinas( Perjadin) Wakil Gubernur Malut tahun anggaran 2022 yang melekat pada Sekretariat Pemprov Malut patut dipertanyakan.

Pasalnya, penangana kasus oleh pihak Kejaksaan Tinggi( Kejati) Maluku Utara itu tak kunjung ada titik terang dengan penetapan tersangka

Sementara penanganan kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan.

Diketahui anggaran makan minum dan perjalanan dinas yang terindikasi korupsi tersebut sebesar Rp13.839.254.000 (tiga belas miliar delapan ratus tiga puluh sembilan juta dua ratus lima puluh empat ribu) .

Berdasarkan hasil audit BPK RI, ditemukan adanya kerugian keuangan negara mencapai Rp 2 miliar dari alokasi anggaran yang termaktub diatas.

Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Malut Richard Sinaga yang dikonfirmasi mengaku, terkait dengan perkembangan kasus tersebut status kasusnya masih dalam penyidikan.

“Untuk sementara masih penyidikan, nanti saya kabari perkembangannya yang selanjutnya,” singkat Richard kepada sejumlah awak media melalui via pesan WhatsAp, Selasa 7 Januari 2025.

Padahal dalam penanganan kasus ini, penyidik Kejati Malut telah memeriksa sejumlah pihak.

Diantaranya mantan Wakil Gubernur Maluku Utara, M. Al Yasin Ali dan istrinya Mutiara Al Yasin serta anaknya.

Penyidik Kejati Malut juga telah memeriksa mantan Sekda Malut Samsuddin Abdul Kadir yang saat ini menjabat sebagai Pj. Gubernur Malut.

Kasus tersebut juga berkaitan dengan dugaan korupsi penunjang urusan pemerintahan daerah Provinsi Maluku Utara tahun anggaran 2022 yang melekat di sekretariat daerah( Setda) Provinsi Malut.

Dilain pihak, penanganan kasus dugaan korupsi yang tak kunjung ada titik terang tersebut menuai sorotan praktisi hukum Maluku Utara, Mahri Hasan.

Ia menilai penanganan kasus oleh Kejati Malut itu tak kunjung memperlihatkan kemajuan

“Ini bisa kita lihat progres penanganan kasusnya, dan perkara ini mulai diusut tahun 2022 oleh kejati Malut, dengan rentan waktu yang begitu lama tapi penyidik masih berkutat pada tahap penyidikan, ” tegas Mahri yang juga Direktur LBH Yuris Malut

Kejati malut menurut Mahri juga. Oleh Kejati beralasan belum dilakukan audit olek BPK, lagi-lagi alasan klasik.

Mahri menegaskan setiap perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan nama-nama besar di daerah ini pasti terjadi mandek, itu persoalanya, atau tidak jalannya progress penanganan kasusnya, dan bukan persoalan pokok tapi hal-hal teknis.

Masalah teknis seperti itu, kata Mahri semestinya tidak muncul ke publik dan harus menjadi kendala utama dari penanganan satu kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) ke kasus korupsi yang lain.

“Dari sini kita dapat dilihat bahwa upaya pemberantasan tindak pidana korupsi kasus ini tidak berjalan normal antara institusi, ketidaknormalan yang terjadi antara institusi berakibat pada molornya upaya penegakan hukum,” ungkapnya.

Kalaupun masalahnya terkait dengan persoalan klasik ini seharusnya tidak lagi terjadi, lintas kordinasi antara instansi harusnya efektif, karena tidak normalan terjadi akan menimbulkan sikap skeptis dan memberikan citra buruk terhadap institusi.

Namun demikian, dalam upaya untuk pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat dihentikan atau ditunda prosesnya hanya karena alasan audit. Kejati juga harus dapat menghitung sendiri.

“Persoalan terbesarnya bukan audit tapi apakah anggaran mami WKDH tersebut dapat ditemukan perbuatan melawan hukum, jika ditemukan maka proses ini dilanjutkan,” sebutnya.

Sebab faktanya kerugian keuangan negara juga bisa dihitung atau dapat ditemukan oleh masing-masing institusi penegak hukum, karena banyak kasus kerugian keuangan negara tidak dihitung oleh BPK.

Dasar normatifnya itu ialah baik yang melekat dalam Undang- undang Nomor 11 tahun 2021 tentang perubahan atas UU nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan pasal 30 huruf d ataupun putusan MK nomor 31/PUU-X/2012, penyidik bisa saja mengundang ahli untuk menghitung dan menetapkan kerugian keuangan negara.

Hal-hal seperti ini secara tak langsung menyampingkan Sema 4/2016. Maka bagi Mahri penyidik tentunya sudah mengantongi data, akurat dari item kegiatan, besaran anggaran, jumlah anggaran yang tidak mampu dipertangungjawabkan dan berakhir pada penentuan tersangka.

Persoalan kedua selain audit, lanjut Mahri terkait surat panggilan dari penyidik yang seolah-olah tidak digubris oleh mantan gubernur.

Bahkan menurutnya penyidik harus mengantongi alasan akurat terkait dengan tidak hadirnya mantan wakil gubernur M. Al Yasin.

“Menurut saya mantan wakil Gubernur tidak hadir untuk diperiksa sebagai saksi itu penyidik harus mempunyai alasan pengecekan, karena ini perlu agar memastikan ideal tidak atau cukup beralasan secara hukum orang bisa hadir atau tidak ketika dipanggil penyidik,” pungkasnya. ***

Editor   : Armand

Penulis : Saha Buamona

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan