Suasana sidang di PN Tipikor Ternate ( foto: Saha Buamona/Klikfakta.id)

Klikfakta.id, TERNATE — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Maluku Utara (Malut) menggelar sidang perdana perkara kasus suap eks Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba (AGK), Rabu 6 Maret 2024.

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan yang dibacakan oleh Gilang Gemilang dan Kawan-kawannya dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan (KPK).

Sidang dimulai sekira pukul 09.00 WIT tersebut menggunakan Majelis Besar, terdiri dari lima Hakim dipimpin  Ketua Majelis Hakim Rommel Franciskus Tampubolon selalu ketua PN Ternate didampingi 4 hakim anggota lainnya.

Sementara empat hakim lainnya yakni anggota satu Haryanta sebagai wakil ketua PN, dan anggota dua Kadar Noh serta anggota tiga maupun empat itu masing-masing tim edhock Tipikor yaitu Samhadi dan Moh Yakob.

Sidang dengan empat terdakwa atas  kasus suap eks Gubernur Malut AGK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 18 Desember 2023 lalu.

salah satu terdakwa saat digiring ke mobil tahanan usai menjalani persidangan( foto: Saha Buamona)

Empat tersangka dalam kasus OTT KPK tersebut dua dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara dan dua lainnya pihak Swasta yakni:

  1. Daud Ismail mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku Utara perkara nomor : 01/pid.sus-TPK/2024/PN Tte.
  2. Stevi Thomas Direktur PT. Trimegah Bangun Persada Tbk. (Harita Nickel) di Obi Kabupaten Halmahera Selatan perkara nomor: 02/pid.sus-TPK/2024/PN Tte.
  3.  
  4. Kristian Waisan selaku Direktur Utama PT Birinda Perkasa Jaya atau Kontraktor pemenang tender proyek jalan jembatan ruas Saketa-Dahipodo serata Matuting Ranga-ranga perkara nomor: 03/pid.sus-TPK/2024/PN Tte.
  5.  
  6. Adnan Hasanuddin mantan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Provinsi Maluku Utara dengan perkara nomor: 04/pid.sus-TPK/2024/PN Tte.

JPU KPK dalam dakwaanya  mengatakan, terdakwa Daud Ismail pada beberapa lokasi di Maluku Utara dan Jakarta.

Berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2), (3) dan (4) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum KUHAP maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.

Menurut JPU terdakwa Daud Ismail memberikan uang secara bertahap dengan jumlah Rp 3.012.340.400,00 (tiga miliar dua belas juta tiga ratus empat puluh ribu empat ratus rupiah) ke AGK selaku Gubernur Malut.

Pemberian uang dengan maksud agar AGK dapat mempertahankan jabatan terdakwa sebagai kepala bidang bina marga di dinas PUPR dan mengangkat terdakwa sebagai Pelaksana tugas.

Selain itu mendapatkan rekomendasi pangkat luar biasa dalam seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi pratama untuk jabatan Kepala Dinas PUPR Provinsi Maluku Utara.

“Daud Ismail melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu,” ujar JPU KPK ketika membacakan dakwaan.

Tindakan Daud Ismail, lanjut JPU KPK dinilai bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 undang-undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Sementara itu terdakwa Stevi Thomas juga dianggap melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

Stevi dianggap telah memberi  uang kepada AGK sebesar USD 60 dolar Amerika, agar AGK dapat memberikan kemudahan terkait dengan penerbitan izin – izin rekomendasi teknis dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berada dibawah strukturnya.

“Perbuatan Stevi terkait izin-izin dan rekomendasi-rekomendasi teknis yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan dibawah Harita Group,” kata JPU KPK.

Tindakan Stevi itu dianggap oleh JPU KPK bertentangan dengan kewajiban AGK selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dari perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme jo pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Usai pembacaan dakwaan terdakwa Stevi Thomas menyampaikan permohonan kepada majelis agar disidangkan dari Jakarta via Zoom.

Permohonan disampaikan langsung terdakwa melalu salah satu Penasehat Hukum (PH) dengan alasan, karena berdomisili di Jakarta, terdakwa tidak mempunyai keluarga di Ternate, dan kondisi kesehatan.

“Kami mohon majelis agar sidang terhadap klien kami Stevi Tomas dilaksanakan di Jakarta melalui zoom dengan beberapa alasan yang kami sampaikan,”  ucap PH Stevi.

Namun permohonannya ditolak Ketua Majelis Hakim PN Ternate Rommel Franciskus Tampubolon menyatakan, pelaksanaan sidang dilakukan secara sama untuk seluruh terdakwa.

Maka permohonan untuk permintaan pelaksanaan sidang secara dering atau melalui zoom belum bisa dikabulkan.

“Permohonannya belum dapat kami kabulkan, karena kalau alasan sakit, di Ternate juga ada rumah sakit dan KPK juga memiliki tim kesehatan,” ujarnya

Sementara  terdakwa Kristian Wuisan juga telah memberikan uang secara bertahap dengan total keseluruhan sejumlah Rp3.505.000.000,00 (tiga miliar lima ratus lima juta rupiah) kepada AGK selaku Gubernur Maluku Utara.

Sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan ataupun tidak dilakukan dalam jabatannya yaitu AGK telah memberikan paket pekerjaan di lingkungan pemprov Malut sejak 2020 — 2023 kepada Terdakwa.

“Dengan cara mengatur proses tender pengadaan di Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Sekretariat Daerah (Setda) Maluku Utara” jelas JPU KPK.

Perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban AGK selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” tegas JPU KPK.

Seperti dengan dakwaan terdakwa Adnan Hasanuddin juga melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu!

“Memberi uang secara bertahap dengan total keseluruhan sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) kepada AGK,” tutup JPU KPK.

Usai JPU KPK membacakan dakwaan dan didengar oleh majelis hakim dan penasehat hukum masing-masing terdakwa, sidang dilanjutkan pada Rabu 13 Maret 2024.

Sekedar diketahui bahwa keempat tersangka adalah sebagai pemberi suap, sehingga yang disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.***

Editor    : Armand

 Penulis : Saha Buamona

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *