Klikfakta.id, TERNATE– Penasehat Hukum (PH) Sukandi Ali, pekerja pers di Halmahera Selatan, yang diduga di aniaya tiga anggota TNI AL, mengungkap fakta terbaru terkait dugaan penganiayaan terhadap korban.

Berdasarkan kajian, yang dilakukan, terungkap fakta bahwa bukan hanya penganiayaan akan tetapi ada dugaan penculikan dan perencanaan  pembunuhan terhadap korban.

” Dari hasil kajian kajian yang dilakukan secara bersama oleh tim kami, terungkap bukan bukan hanya penganiayaan akan tetapi ada dugaan penculikan dan pembunuhan terhadap korban, Sukandi Ali,” tegas Penasehat hukum korban, M. Bahtiar Husni, Selasa 3 April 2024.

Korban berdasarkan kronologis awalnya dijemput dan dibawa tidak ada dasar hukumnya, atau tanpa seizin keluarga.

“Tindakan mereka (Oknum anggota TNI AL) patut kami menduga bukan saja penganiayaan atau pengeroyokan tapi kami juga menduga ada dugaan percobaan pembunuhan,” tegasnya

“Apalagi korban juga sempat ditodong dengan senjata api di kepala yang sudah dikokang,” sambungnya.

Bahtiar yang juga Direktur YLBHI Maluku Utara ini juga memastikan telah memasukan laporan penganiayaan secara resmi oknum anggota TNI AL tersebut ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) XVI/1 Ternate, disertai hasil visum yang dikeluarkan RSUD Labuha.

Namun anehnya, hasil visum tersebut di tolak atau tidak bisa dipakai sebagai bukti penyampaian dengan alasan harus dilakukan visum ulang.

Namun menurut Bahtiar, hasil visum dikeluarkan oleh RSUD Labuha adalah merupakan bukti sah di mata hukum yang harus dipertimbangkan.

Jikalau Denpom bersikeras dilakukan visum ulang, maka akan berbeda dengan yang sebelumnya karena sudah lewat beberapa hari.

“Padahal kemarin itu Kami berharap Danpomal menindaklanjuti karena ada pernyataannya, akan tetapi hasil visum yang ada tidak bisa dipakai, kami juga sangat sesalkan,” imbuhnya.

Pada prinsipnya selaku penasehat kuasa hukum akan terus melakukan pengawalan proses hukum terkait dengan tindak pidana penganiayaan tersebut.

Ketua Dewan Pers Indonesia Ninik Rahayu saat menggelar konferensi pers digedung Dewan Pers di kebun sirih Jakarta Pusat pada Senin 01 April 2024 kemarin menegaskan, Dewan Pers meminta kepada pihak militer untuk menjamin perlindungan yang dialami korban dan melakukan proses hukum terhadap pelaku.

“Peristiwa kekerasan yang dialami seorang wartawan saat menjalankan tugasnya di Halsel pada 28 Maret 2024 telah sampai ke Dewan Pers, maka ini patut kita kecam bersama,” tegasnya.

Ninik dengan sacara langsung telah berkomunikasi dengan Kepala Staf TNI Angkatan Laut. Ada tiga hal yang ditegaskannya, salah satunya adalah terkait perlindungan terhadap korban dan keluarganya.

“Kami berkomunikasi dengan KSAL memastikan, korban terlindungi. Jadi, pasca kejadian ini, kami minta tidak lagi terjadi segala bentuk intimidasi dan kekerasan lebih lanjut terhadap jurnalis atau keluarganya,” katanya.

Kemudian, Ninik juga meminta TNI AL untuk memastikan korban mendapat jaminan kesehatan akibat kekerasan yang dilakukan anggotanya. Proses hukum terhadap pelaku harus diusut sampai tuntas.

“Kami ingin memastikan Korban telah mendapat jaminan kesehatan untuk memulihkan kondisi fisiknya, dan meminta pimpinan TNI Angkatan Laut proses hukum pelaku sebaik-baiknya,” tukasnya.

Ninik juga kemudian mengungkapkan, korban diintimidasi hingga berdamai. Hal ini terjadi setelah keluarga korban dipaksa menandatangani surat perdamaian.

“Kami mendapat informasi bahwa ada indikasi oknum yang memaksakan perjanjian damai. Sehingga keluarga korban diminta menandatangani surat perdamaian,” sebutnya.

Dalam kesempatan itu, dia pun mengingatkan aparat dan para pejabat untuk tidak menggunakan kekerasan saat mereka keberatan terhadap berita-berita yang ditulis para jurnalis.

” Ya Ada hak jawab yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang keberatan terhadap pemberitaan yang disampaikan oleh teman-teman wartawan,” kata Ninik, dikutip dari Antara.

Ninik menegaskan, selain hak jawab, ada juga jalur hukum yang tersedia manakala seorang jurnalis terindikasi melanggar hukum saat membuat dan menyiarkan beritanya.

“Jadi, tidak melakukan tindakan-tindakan intimidasi kekerasan baik kepada wartawan maupun keluarganya,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli mengingatkan aparat dan para pejabat bahwa kerja jurnalistik bukan sebatas profesi, tetapi lebih dari itu yaitu menjalankan mandat konstitusi.

“Jadi, wartawan itu bekerja bukan hanya sekadar mencari nafkah, tetapi menjalankan mandat konstitusi untuk memenuhi hak publik untuk tahu,” kata Arif.

Arif juga memuji atensi dari TNI AL, yang diwakili Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Ternate Kolonel Marinir Ridwan Azis, terhadap insiden kekerasan yang melibatkan anak buahnya itu.

“Dewan Pers memberikan apresiasi kepada TNI Angkatan Laut yang sudah menyantuni korban, tetapi hendaknya itu bukan sebuah langkah yang memutus atau menghentikan proses hukum yang berlangsung,” kata Arif.

Danlanal Ternate, Kolonel Mar Ridwan Azis saat dihubungi terpisah dari Jakarta, Senin, menegaskan santunan buat korban bukan upaya mengajak damai karena proses hukum terhadap terduga pelaku masih terus berjalan, termasuk terhadap Letda M yang juga telah dicopot dari jabatannya sebagai Komandan Pos TNI AL (Danposal) Pulau Bacan.

Ridwan juga membantah ada paksaan untuk berdamai terhadap korban.

“Pada saat saya turun (menemui korban) itu tidak ada, tidak terjadi. Tidak ada seperti itu,” kata Danlanal Ternate.***

Editor     : Armand

Penulis  : Saha Buamona 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *