Klikfakta.id, HALTENG — Mantan Pj. Bupati Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, Ikram Malan Sangadji bersama vendor pajak restoran diduga melakukan renegosiasi pajak, hingga menyebabkan kerugian daerah.

Penegasan tersebut disampaikan oleh mantan tenaga ahli bidang hukum pemkab Halteng, Hendra Karianga pada acara dialog yang digelar malut tv dengan tema “Halteng Bertanya Elang Menjawab” pada Selasa 10 September 2024 kemarin.

Hendra memaparkan kondisi fiskal yang terjadi di Halteng dan membeberkan sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari vendor pajak restoran PT. IWIP sekira Rp200 miliar.

Besaran tunggakan pajak itu ratusan milIar dari vendor yang menangani restoran di PT. IWIP tersebut adalah akumulasi dari tiga tahun atau dari tahun 2020 sampai 2022.

Sayangnya dalam upaya Elang-Rahim untuk mendongkrak PAD melalui pajak restoran yang telah ditetapkan gagal dieksekusi sebagaimana regulasi peraturan daerah.

Hak pemerintah daerah (Pemda) pada tahun 2022, tahun anggaran berjalan pun diduga direnegosiasi pemerintah daerah di bawah pimpinan Pj. Bupati Ikram Malan Sangadji menjadi Rp 2 miliar per bulan.

“Waktu saya masih dipercayakan oleh Edi Langkara sebagai tenaga hukum, kami pernah menyusun satu regulasi untuk meningkatkan PAD, yaitu pajak restoran,” terang Hendra.

Akan tetapi, kata Hendra setelah Edi dan Abd Rahim Odeyani lengser, atau karena habis masa tugas, peraturan bupati yang ditetapkan itu, pihaknya mengaku mendengar direnegosiasi sehingga pendapatan daerah menjadi berkurang.

“Dalam hitungan saya itu jika memang benar-benar dilaksanakan maka para vendor di areal PT. IWIP diharuskan membayar pajak restoran yang sesuai banyaknya karyawan kepada daerah sekira Rp. 200 miliar sekian,” katanya.

Ia bahkan menyentil pemerintahan daerah di era otonomisasi sudah pasti berbicara tentang disentralisasi fiskal.

Artinya bahwa ada dua instrumen dan komponen penting disentralisasi fiskal yang harus diperhatikan dan dikelola oleh pemerintah yaitu dana transferan dan PAD.

Berbicara pemberantasan kemiskinan lanjut Hendra, maka instrumen penting pemerintah yaitu fiskal daerah harus menjadi jawabannya.

Jika berbicara fiskal daerah, maka tidak semata-mata mengelolah dana transfer melainkan mengoptimalkan sumber PAD yang ada.

“Halteng itu menurut saya mepunyai potensi dan memiliki peluang yang sangat besar dan itu bisa keluar dari kemiskinan,” tegas Dosen Hukum Pasca Sarjana Unkhair Ternate seraya mengakui tatakelola pemerintahan dan keuangan Elang-Rahim cukup bagus.

Meski demikian, Hendra juga berharap kepemimpinan lanjutan Elang-Rahim untuk mengoptimalkan fiskal daerah demi menaikkan PAD agar tidak ada lagi wilayah negeri fagogoru terisolasi, dengan pembangunan bertumbuh dan disparitas atau kesenjangan sosial tidak lagi terjadi.

“Saya melihat disana itu yang bisa melakukan kebijakan pro rakyat dan benar-benar serius dan tulus untuk membangun negeri ada di Edi. Kalau yang lain itu, bagi saya tidak tau arah pembangunannya mau kemana,” tukas Hendra.

Senada dengan yang dijelaskan oleh mantan Bupati Halteng Edi Langkara yang mengetahui persis masalah ini.

Ia lalu merinci besaran pajak restoran yang sudah disepakati secara tertulis antara vendor dari pihak IWIP bersama dengan Pemda dan disaksikan secara langsung pihak Kejaksaan Tinggi, Tim Polda Malut serta tim supervisi KPK.

Total pajak restoran yang wajib yang harus dibayar oleh rekanan PT. IWIP sesuai dengan jumlah karyawan pada tahun 2022, atau tahun berjalan serta jumlah karyawan yang diasumsikan 47 ribu orang.

“Sehingga hitungannya yaitu 47.000an X 50.000/hari X 30 hari X 12 bulan X 10%. Maka total pajak restoran dari 47 ribuan karyawan itu berjumlah sekitar Rp. 84 milyar lebih pertahun,” ujarnya.

Anehnya, di pemerintahan Ikram alias hak Pemda Halteng diduga dilakukan renegosiasi menjadi Rp. 2 milyar per bulan sehingga jumlah total dalam pertahun berjumlah Rp. 24 M.

Jika mengacu di angka tersebut, dan dibandingkan dengan jumlah asumsi pendapatan pada masa pemerintahan sebelumnya maka daerah mengalami kerugian sekira Rp. 60-an milyar.

Menariknya lagi tunggakan pajak pada tahun 2020 dan 2021 sekira Rp. 120 Miliar diduga tidak ditagih oleh Bupati Ikram. Padahal berdasarkan informasi, rekanan IWIP bersedia membayarnya.

“Lantaran tidak ditagih dana tersebut, daerah pun mengalami kerugian yang sangat besar, padahal setahu Saya itu PT. IWIP sangat taat dengan pajak, tapi entah kenapa sampai ini terjadi,” tegas Elang.

Kebetulan karena kesepakatan pemda dengan vendor melalui PT. IWIP sudah dituangkan secara tertulis langsung ditandatangani dan disaksikan pihak Kejaksaan, Polres serta tim supervisi KPK. Dan mewakili Pemda saat itu, yaitu wakil Bupat Abd Rahim.

“Jadi biarkan saja publik yang melihat pemimpin mana yang benar-benar peduli terhadap kepentingan daerah dan mana pemimpin yang memihak terhadap kepentingan oligarki,” tegasnya seraya menyebut semoga Masyarakat Halmahera Tengah bisa melihat.

Sementara mantan Pejabat Bupati Halmahera Tengah, Ikram Malan Sangadji ketika di konfirmasi via pesan whatsapp soal adanya dugaan renegosiasi pajak restoran IWIP tahun 2022 yang tidak ditagihnya tunggakan pajak tahun 2020 dan 2021 sekitar Rp. 120 M menanggapi datar.

“Adik baca dulu regulasinya sebelum menulis,” singkat IMS.

Ikram juga menjelaskan melalui via telepon WhatsApp bahwa, PT. IWIP selama beroperasi tidak memiliki restoran, sehingga tidak dikenakan tanggungan pajak restoran.

“Yang ada hanyalah penyedia catering, dan catering itu tidak bisa dikenakkan pajak daerah”, ungkap Ikram.

PT. IWIP adalah perusahan sekelas internasional. Lanjut Ikram jadi, tanpa harus diberitahukan, perusahan pasti taat akan pajak.

PT. IWIP hanya menanggung catering makanan sekitar 55 ribu karyawan, yang tidak harus dikenakan pajak, melainkan pajak tersebut ditagih oleh Kantor Pajak Pratama yang disepakati lewat rapat bersama.

“Bahkan Saya sebagai Pj. Bupati Halteng sempat kesal, namun tidak bisa berbuat lebih karena sudah diatur dalam regulasi,” pintanya.

Menurutnya tidak ada renegosiasi terkait pajak di perusahan PT. IWIP. Jika demikian sudah pasti ada surat tembusan. Sebab dirinya mengakui paham soal aturan, sehingga tidak bisa di utak atik.

“Selama jadi Pj. Bupati Halteng, saya tidak pakai tim staf khusus di bidang hukum seperti yang dipakai waktu era pemerintahan Elang-Rahim, karena saya memahami regulasi,” imbuhnya. ***

Editor    : Armand 

Penulis : Saha Buamona 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *