Masyarakat Bumi Mangole Gelar Aksi Unjuk Rasa Tolak 10 IUP di Pulau Mangoli Kepulauan Sula

Klikfakta.id, KEPSUL – Masyarakat Bumi Mangole menggelar aksi demontrasi menolak 10 Ijin usaha pertambangan (IUP), yang akan beroperasi di Pulau Mangoli, Kabupaten Kepulauan Sula Maluku Utara, Kamis (28/8/2025).

Koordinator aksi M. Rifai Galela dalam orasinya menyampaikan, Kerusakan alam dan konflik agraria adalah salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat di Pulau Mangole.

“Tanpa kita sadari bahwa terjadi kerusakan alam di lingkungan kita sehari-hari. Hal ini pun terjadi dari ulah tangan manusia, maka sebagai orang-orang yang berfikir sudah seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama untuk menjaga dan melestarikan alam, ” tegasnya.

Hukum sebagai instrumen tertinggi untuk mengatur segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini yang telah diamanatkan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 Indonesia adalah negara hukum.

Akan tetapi, pemerintah pusat maupun daerah tidak bisa menjalankan sesuai dengan perintah konstitusi itu sendiri. Hal ini karena ada kebijakan pemerintah yang liar, yang melanggar hukum tanah adat dan tidak ada sosialisasi di warga masyarakat terkait dengan 10 Izin usaha pertambangan (IUP) Biji besi yang akan beroperasi di Pulau Mangoli Kepulauan Sula.

Sementara itu, Zulvikar Makian kepada Klikfakta.id mengatakan bahwa, terdapat 10 IUP aktif untuk ekploitasi tambang nikel, biji besi, loging dan lain-lain.

Ada beberapa IUP tumpang tindih di Kawasan hutan lindung (KHL) dan pertanian milik masyarakat yang ada di Pulau Mangoli.

Untuk itu, Pulau Mangoli dengan luasnya 2000 km, dan dikategorikan sebagai pulau kecil, yang menurut undang-undang.

Hal ini bertentangan dengan UU No 1 tahun 2014 atas perubahan UU No 27 tahun 2007 tentang pengolahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Yang menjelaskan bahwa, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya yang mengganggu ekosistem.

“Jadi dalam pengkajian kami, langkah yang diambil oleh pemerintah provinsi Maluku Utara sangat membawa dampak buruk yang besar terhadap ruang hidup masyarakat Pulau Mangoli, ” ujarnya.

Gubernur Malut, melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengizinkan 10 IUP Biji Besi di Pulau Mangoli Kepulauan Sula dan pertambangan akan beroperasi.

Maka perkebunan warga masyarakat yakni, kelapa, cengkeh, pala, coklat, kopi, sagu, dan lain-lain.

“Sebagian hasil alam yang masuk dalam lingkar tambang akan hilang, karena identitas warga masyarakat Pulau Mangoli adalah petani dan nelayan, ” sebutnya.

Zulvikar juga mendesak Pemprov Malut dan Pemkab Sula segera cabut 10 IUP di Pulau Mangoli, yang diantaranya ada 4 pertambangan yang akan siap beroperasi di beberapa Kecamatan di Pulau Mangoli, Diantaranya :

1. PT. Aneka Mineral Utama di Kecamatan Mangoli Utara Timur, Desa Waisakai, Desa Pelita Jaya, Desa Kawata. Kecamatan Mangoli Timur, Desa Naflo, Desa Waitina, Desa Keramat Titdoi. Kecamatan Mangoli Tengah, Desa Jere dan Desa Mangoli denga luas 22.935,01 hektare.

2. PT. Wira Bahana Perkasa di Kecamatan Mangoli Tengah, Desa Paslal dan Desa Baruakol dengan luas 7,453,09 hektare.

3.PT. Wira Bahana Kilau Mandiri di Kecamatan Mangoli Utara, Desa Modapuhi, Desa Trans Modapuhi, dan Desa Saniahaya dengan Juas 4,463,73 hektare.

4. PT. Indo Mineral Indonesia di Kecamatan Mangoli Selatan, Desa Buya. Kecamatan Mangoli Barat, Desa Johor dan Desa Dofa dengan luas 24,440,81 hektare.

Adapun tuntutan massa aksi sebagai berikut :

1. Cabut 10 Izin Usaha Pertambangan Di Pulau Mangoli.

2. Wujudkan agraria sejati di Pulau Mangoli

3. Cabut PT Aneka Mineral Utama di Pulau Mangoli

4. BPMD segera selesaikan tapal batas di desa Kou sampai desa Waitamela

5. Bupati Sula harus punya sikap penolakan 10 IUP

6. DPR segera sahkan PERDA tanah adat di Pulau Mangoli

7. Bubarkan DPR

Editor     : Redaksi

Pewarta : Sudirman Umawaitina

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page