Klikfakta.id, HALUT– Aktivitas pekerja seks tanpa izin dilaporkan semakin marak di wilayah Tobelo dan sekitarnya. Sejumlah pihak mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah tegas dan melakukan penertiban, mengingat praktik tersebut berlangsung secara terbuka melalui aplikasi daring.
Mereka mempromosikan diri melalui akun anonim di aplikasi percakapan dan platform berbasis lokasi. Transaksi dilakukan secara pribadi, sementara tempat pertemuan umumnya di penginapan, rumah kos, atau kontrakan yang disewa harian. Mereka tidak menetap bahkan berpindah pindah tempat dari hotel yang satu ke hotel yang lainnya.
Salah seorang resepsionis penginapan yang enggan disebutkan namanya mengaku, pemasukan harian tempatnya bekerja justru lebih banyak berasal dari para pekerja seks ilegal yang menyewa kamar.
“Terus terang, tamu yang datang kebanyakan para pekerja itu. Biasanya mereka booking kamar beberapa jam. Identitas tidak jelas, tapi kami tidak bisa tolak karena ini sumber pemasukan Kami hanya terima tamu yang bayar, soal izin bukan urusan kami,” ujarnya.
Modus lain yang terungkap adalah jaringan rujukan antarpekerja dari luar daerah, para PSK ini datang setelah diajak teman atau dihubungkan oleh mucikari melalui media daring. Tarif jasa bervariasi, mulai Rp500 ribu hingga Rp1 juta sekali layanan.
Seorang perempuan (20) yang beroperasi secara ilegal mengaku, ia datang ke wilayah Tobelo setelah dipanggil rekannya. Menurutnya, permintaan cukup tinggi selain itu wilayah Tobelo cukup menjanjikan secara ekonomi karena kawasan tersebut menjadi jalur transit pekerja dan pelaku usaha.
“Ada teman yang tawarkan kerja di sini. Pelanggan biasanya kontak lewat aplikasi atau rekomendasi teman. Kami tidak punya izin apa-apa, permalam bisa dapat sampai Rp1 juta, tergantung tamu. Saya sudah seminggu di sini, total sekitar Rp5 juta,” tuturnya.
Lebih mencengangkan lagi, sumber di lapangan menyebut sebagian pelanggan justru masih berusia sekolah. Mereka diduga menggunakan uang kiriman orang tua atau hasil pinjaman daring untuk membayar layanan seksual.
Kondisi ini memicu keprihatinan masyarakat. Selain melanggar hukum, keterlibatan pelajar sebagai pelanggan maupun pihak yang terpapar aktivitas ini dikhawatirkan berdampak pada masa depan generasi muda.
“Ada yang datang pakai seragam sekolah atau masih bawa tas. Usia mereka belasan tahun, tapi masuk tanpa diperiksa,” ungkap sumber lain yang mengetahui praktik tersebut.
Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Selain soal legalitas dan dampak sosial, aspek kesehatan dan keamanan patut di perhitungkan.
Untuk itu pemerintah setempat diharapkan segera mengambil langkah cepat mulai dari pengawasan, edukasi, hingga penindakan tegas terhadap pelaku, penyedia tempat, maupun pihak yang memfasilitasi praktik tersebut.
“Kami berharap pemerintah melakukan razia terpadu, pendataan penghuni penginapan, dan pengawasan aplikasi yang sering digunakan sebagai media transaksi terselubung,” ungkapnya
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pemerintah daerah maupun instansi terkait mengenai dugaan maraknya praktik pekerja seks tanpa izin tersebut.(red)