Perbandingan Doli Incapax di Indonesia dan New South Wales

Oleh : Muhammad Andy Hakim, Jabatan : Hakim Tingkat Pertama Pengadilan Negeri Tobelo

Pendahuluan

Anak memiliki karakteristik yang berbeda dari orang dewasa dan termasuk dalam kelompok rentan yang hak-haknya masih sering terabaikan. Oleh karena itu, perlindungan terhadap hak anak menjadi penting untuk diprioritaskan.

Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum terhadap anak merupakan upaya melindungi kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children), sekaligus menjamin kesejahteraannya.

Latar belakang 

Latar belakang lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) adalah karena selama ini anak kerap diposisikan hanya sebagai objek. Perlakuan yang diberikan kepada anak berhadapan dengan hukum seringkali merugikan mereka. UU SPPA hadir dengan pendekatan restorative justice, yang diwujudkan melalui mekanisme diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari jalur peradilan pidana ke luar sistem peradilan.

Tony F. Marshall, seorang kriminolog Inggris, mendefinisikan restorative justice sebagai suatu proses di mana pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu pelanggaran bertemu untuk bersama-sama menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan.

Doli Incapax

Secara etimologis, Doli incapax berasal dari bahasa Latin yang berarti tidak mampu berbuat jahat. Doktrin ini menyatakan adanya praduga bahwa seorang anak berusia antara 10 hingga 14 tahun tidak dapat bertanggung jawab secara pidana karena dianggap belum mampu memahami perbedaan antara benar dan salah.

Namun, Doli incapax bukanlah aturan mutlak, melainkan praduga yang dapat dipatahkan. Artinya, anak dalam rentang usia tersebut masih bisa dimintai pertanggungjawaban pidana jika penuntut dapat membuktikan bahwa anak benar-benar mengetahui perbedaan antara benar dan salah pada saat melakukan perbuatan pidana.

Doli Incapax di Indonesia

UU SPPA menegaskan bahwa penanganan anak berhadapan dengan hukum tidak hanya berfokus pada pemidanaan, tetapi juga pada penerapan restorative justice.

Usia Pertanggungjawaban PidanaBerdasarkan Pasal 1 ayat (3) UU SPPA: Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak berusia 12 tahun hingga belum 18 tahun.

Aturan Pemidanaan

Pasal 5 hingga Pasal 11 UU SPPA mengatur mekanisme diversi, dengan tujuan:

1. Mencapai perdamaian antara korban dan anak. 2. Menghindarkan anak dari proses peradilan pidana. 3. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan. 4. Menanamkan rasa tanggung jawab pada anak. 5. Mendorong partisipasi masyarakat.

Diversi dilakukan melalui musyawarah antara anak, keluarga, korban, pekerja sosial, serta pembimbing kemasyarakatan, dengan tetap memperhatikan kepentingan korban dan masa depan anak.

Doli Incapax di New South Wales (NSW), Australia

Usia Pertanggungjawaban Pidana

Berdasarkan Children (Criminal Proceedings) Act 1987 (NSW), anak di bawah 10 tahun tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Untuk anak usia 10–14 tahun, berlaku doktrin Doli incapax.

Jika penuntut tidak dapat membuktikan bahwa anak mengetahui tindakannya salah secara pidana, maka anak tidak dapat dinyatakan bersalah.

Aturan Pemidanaan

Anak yang terbukti melakukan tindak pidana ditangani oleh Children’s Court.

Hukuman mempertimbangkan rehabilitasi, usia, dan tingkat kedewasaan anak.

Hukuman dapat berupa: ikatan berkelakuan baik, denda, pelayanan masyarakat, hingga penahanan di lembaga pemuda.

Diversi

Polisi di NSW memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan atau teguran resmi (cautions) serta konferensi keadilan pemuda.

Diversi ditujukan bagi anak pelanggar pertama kali, dengan tujuan menghindarkan mereka dari dampak negatif sistem peradilan pidana.

Tidak berlaku untuk kasus berat seperti pembunuhan atau penganiayaan berat.

Kritik atas Kelemahan Sistem

A. Indonesia

Pemidanaan anak berisiko meningkatkan residivisme jika tidak disertai dukungan pasca-pidana, seperti pendampingan perilaku dan pembinaan di masyarakat.

Stigma masyarakat membuat anak sulit kembali diterima.

Akibatnya, pemidanaan formal kerap gagal mencegah anak kembali berbuat tindak pidana.

B. New South Wales

Usia tanggung jawab pidana 10 tahun dianggap terlalu rendah.

Banyak anak yang masuk sistem peradilan berasal dari latar belakang sosial-ekonomi rendah, termasuk anak-anak pribumi.

Kondisi anak yang sudah rentan sejak kecil membuat hukuman penjara tidak efektif.

PBB menegaskan bahwa usia pertanggungjawaban pidana di bawah 12 tahun tidak dapat diterima secara internasional.

Penutup

Perbandingan antara Indonesia dan New South Wales menunjukkan bahwa meskipun keduanya mengakui pentingnya doktrin Doli incapax dan restorative justice, implementasinya masih menghadapi tantangan serius.

Di Indonesia, kendala utama adalah kurangnya dukungan pasca-pemidanaan dan stigma masyarakat.

Di New South Wales, persoalan terbesar adalah terlalu rendahnya usia pertanggungjawaban pidana yang berpotensi melanggar standar internasional.

Keduanya perlu memperkuat pendekatan restorative justice agar perlindungan terhadap anak lebih optimal, sejalan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child).

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page