Urgensi Pelindungan Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional Maluku Utara

Foto : Humas Kemenkum Malut)

Klikfakta. id, TERNATE– Kekayaan intelektual komunal (KIK) di antaranya pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik dan potensi indikasi geografis di Maluku Utara (Malut) yang beragam patut dilindungi dan dilestarikan.

Kepala Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum) Malut, Zulfikar Gailea pada program Bacarita Pagi di RRI Ternate bertajuk “Tradisi Hukum Sopik sebagai Warisan Budaya”, menyampaikan bahwa pencatatan KIK di Malut sejak 2020 s.d November 2025 berjumlah 389.

Zulfikar menambahkan, Provinsi Malut pernah dikukuhkan sebagai daerah dengan pencatatan terbanyak KIK komunal di Indonesia.

Meski begitu, saat ini masih banyak potensi KIK pada 10 kabupaten/kota khususnya pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dari Malut yang perlu diinventarisir oleh pemerintah daerah, kampus, maupun komunitas masyarakat.

“Kanwil Kementerian Hukum Malut sangat mendukung sinergi seluruh pihak dalam pelindungan kekayaan intelektual komunal. Termasuk tradisi hukum Sopik yang sangat luar biasa dan kini sudah tercatat sebagai ekspresi budaya tradisional pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Komunal (DJKI) Kementerian Hukum,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).

Dosen Ilmu Budaya FIB Universitas Khairun, Rudi S. Tawari menyampaikan bahwa secara umum kebudayaan dan tradisi merupakan kerisauan nasional sehingga pemerintah terus mendorong optimalisasi studi terkait budaya dan tradisi.

Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan turut menggarisbawahi pentingnya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan atas seluruh produk kebudayaan.

Hal itu yang mendorong Rudi, yang juga Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Malut, mengusulkan beberapa tradisi budaya masyarakat yang hidup sejak lampau dan masih bertahan sampai hari ini.

Salah satunya, tradisi hukum Sopik dalam penyelesaian sengketa hukum masyarakat Desa Tahane, Pulau Makian, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).

Diskusi kemudian mengarah tentang pengakuan negara atas living law (hukum yang hidup) dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru, sebagai pengakuan negara terhadap hukum tidak tertulis yang berlaku di masyarakat, seperti hukum adat.

“Ini menarik karena hukum adat yang lahir dari budaya masyarakat seperti hukum Sopik dapat menyelesaikan sengketa di antara masyarakat tanpa perlu sampai ke pengadilan,” ungkapnya pada dialog yang dipantu jurnalis Tasnim Nirwan itu.

Sementara itu, Kakanwil Kemenkum Malut, Budi Argap Situngkir saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa tradisi dan budaya merupakan aset negara yang patut dilindungi.

Argap berujar bahwa Kemenkum menjadi garda terdepan dalam mendorong pelindungan KI komunal yang ada di masyarakat.

“Sinergi seluruh pihak baik media, kampus, pemerintah daerah, dan komunitas masyarakat sangat penting untuk mendukung pelindungan kekayaan intelektual komunal yang sangat kaya dan beragam di Bumi Moloku Kieraha,” ajak Argap.

Selain pentingnya sinergi lintas entitas, masifnya wacana melalui produksi konten budaya dan tradisi masyarakat pada media sosial dan platform digital patut ditingkatkan oleh seluruh kalangan. (hms/red) 

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page