Klikfakta.id, TERNATE – Sengketa hukum antara pengusaha atau kontraktor, Kristian Wuisan dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara akhirnya mencapai putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah terkait perkara perdata utang piutang dengan nilai sebesar Rp 2,84 miliar.
Ini setelah Pengadilan Tinggi (PT) Maluku Utara memutuskan dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Ternate, yang menyatakan bahwa Gubernur Maluku Utara bersama sejumlah pejabat terlibat dalam perbuatan melawan hukum.
Kuasa hukum Kristian Wuisan, Hendra Karianga dan Associates dalam keterangannya mengatakan bahwa kliennya sebelumnya telah memenangkan perkara No. 53/Pdt.G/2024/PN Tte tertanggal 12 Maret 2025.
Dalam amar putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa Pemprov Malut, diantaranya Gubernur Maluku Utara (Tergugat I), Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku Utara (Tergugat II), serta Almarhum Abdul Gani Kasuba (Tergugat III).
“Para tergugat itu harus bertanggungjawab atas pinjaman uang dengan nilai sebesar Rp2 miliar yang tidak dikembalikan sejak tahun 2017,” ujar Hendra Karianga kepada sejumlah media pada Kamis 5 Juni 2025.
Hendra menyatakan dengan akumulasi bunga 6 persen per tahun selama tujuh tahun, sehingga total kewajiban yang harus dibayar oleh Pemprov Maluku Utara kepada Kristian Wuisan mencapai Rp. 2,84 miliar.
“Sebab bukti transfer pinjaman tersebut dilakukan untuk dikirim ke rekening Kas Umum Daerah (KUD) melalui Bank Mandiri pada 29 Mei 2017,” katanya.
Meski Pemprov Malut, sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara dengan Nomor: 16/PDT/2025/PT TTE tertanggal 5 Mei 2025, akan tetapi tetap menguatkan putusan tingkat pertama, sekaligus menolak seluruh alasan banding dari pihak Pemprov.
Pemprov Malut, kata Hendra belum juga melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, padahal dirinya selaku tim kuasa hukum telah melayangkan somasi dengan 045/LOHK/S/V/2025 tertanggal 22 Mei 2025 yang diterima pada 23 Mei 2025.
“Somasi itu memberikan tenggat waktu selama 7 hari agar kewajiban pembayaran segera dilakukan Pemprov Maluku Utara,” pungkasnya.
Menurut Hendra somasi dikirim dan diterima sejak 23 Mei 2025, namun hingga kini belum ada itikad baik dari Pemprov, dalam hal ini Gubernur maupun pejabat terkait untuk menyelesaikan kewajiban.
“Maka demi tegaknya hukum dan keadilan, kami ajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Ternate,” tegas Hendra.
Permohonan eksekusi kini telah didaftarkan secara resmi ke Pengadilan Negeri Ternate dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Inspektorat Jenderal, Kemendagri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara.
Kasus ini juga menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat tinggi daerah dan menyangkut pengelolaan keuangan daerah yang dinilai tidak transparan.
Gubernur Maluku Utara, Sherly Loas, yang selama ini dikenal mengusung visi pemerintahan bersih dan taat hukum, justru kini disebut sebagai pihak yang tidak mematuhi putusan pengadilan.
“Tidak ada yang kebal hukum, termasuk Gubernur, pemerintahan yang baik adalah yang tunduk pada hukum, apalagi Putusan pengadilan wajib dihormati dan dijalankan,” tukasnya.
Publik kini menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum, serta respons dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap ***
Editor : Redaksi
Pewarta : Saha Buamona