Klikfakta. id, JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi( KPK) didesak melakukan pemeriksaan terhadap Direktur PT. Wahana Karya Mineral (WKM) serta mantan Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara, Hasyim Daeng Barang terkait dugaan penjualan 90 ribu metrik ton ore nikel.
Desakan tersebut disampaikan oleh Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara (SKAK-Malut) di Jakarta.
Pasalnya penjualan 90 ribu metri ton ore nikel itu milik PT. Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang sebelumnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dicabut dan diserahkan ke PT. Wahana Karya Mineral (WKM).
Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) Ore nikel tersebut berstatus aset negara yang disita oleh pengadilan, langsung diserahkan kepada pemerintah daerah.
Koordinator Pusat SKAK-Malut Jakarta, M. Reza, menegaskan bahwa siapa pun yang diduga terlibat dalam penjualan aset negara tersebut harus segera diperiksa dan ditindaklanjuti sesuai hukum.
Menurutnya penjualan aset negara tanpa sesuai prosedur yang sah merupakan tindak pidana korupsi, maka tindakan tersebut sudah jelas merugikan keuangan negara.
“Namun kami heran mengapa Polda Malut sempat menyelidiki kasus ini tidak memanggil dan memeriksa Hasyim Daeng Barang, yang saat itu menjabat sebagai Kadis ESDM,” tegas Reza, kepada Klikfakta.id, pada Selasa (14/20/2025).
Menurut Reza, tidak mungkin pejabat teknis di Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara atau dari PT. WKM tak mengetahui aktivitas penjualan ore nikel tersebut.
Oleh karena itu, SKAK-Malut mendesak KPK memanggil dan memeriksa mantan PLT Kadis ESDM Maluku Utara, Hasyim Daeng Barang, yang menjabat pada Tahun 2019 lalu.
“Kemudian diangkat sebagai Kadis ESDM pada 2021. Dan Saat ini, Hasyim Daeng Barang diketahui menjabat sebagai Direktur Hilirisasi di BKPM,” ujar Reza.
Selain Hasyim, KPK juga didesak memeriksa Direktur Utama PT WKM, karena penjualan ore nikel yang berstatus aset negara diduga kuat telah menimbulkan kerugian keuangan negara.
SKAK-Malut juga menyoroti dugaan pelanggaran kewajiban lingkungan yang dilakukan PT. WKM. Berdasarkan dokumen resmi Pememerintah Provinsi Maluku Utara Nomor 340/5c./2018, perusahaan diwajibkan menyetor Rp.13,45 miliar untuk dana jaminan reklamasi periode operasi produksi 2018–2022.
Namun, yang disetorkan hanya sebesar Rp. 124 juta pada tahun 2018, dan hingga kini sisa dana jaminan tersebut tidak jelas keberadaannya.
“KPK harus segera melakukan penyelidikan agar praktik penyalahgunaan aset negara dan pelanggaran kewajiban lingkungan di Maluku Utara tidak terus dibiarkan menjadi pola korupsi sistemik di sektor tambang. Sebagai putra daerah, kami tidak bisa tinggal diam,” tegasnya.
Ia berharap Ketua KPK Setyo Budiyanto dapat menjadikan dugaan skandal penjualan ore nikel ini sebagai prioritas penyelidikan nasional. ***
Editor : Redaksi
Pewarta : Saha Buamona