Klikfakta.id, JAKARTA — Tim Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan perkembangan penyidikan atas dugaan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada eks Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba alias AGK.

AGK yang diketahui selaku Gubernur Malut pada periode tahun 2019-2024 terkait pengisian jabatan perangkat daerah dilingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut.

Dalam tahap penyidikannya, KPK telah melakukan pemeriksaan kepada para saksi, dan Penggeledahan di beberapa lokasi seperti rumah, kantor, ruang pekarangan atau tempat yang tertutup lainnya.

Penyidik KPK kemudian menetapkan satu orang sebagai tersangka, yaitu Imran Jakub alias IJ tidak dibacakan, selaku kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara.

“Tersangka IJ selanjutnya dilakukan penahanan dengan jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 04 sampai 23 Juli 2024,” tegas Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam konferensi pers pengumuman dan penahanan tersangka dugaan tindak pidana korupsi memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara di lingkungan pemprov Malut pada Kamis 4 Juli 2024.

Ia mengatakan penahanan terhadap IJ yang dilakukan di Rutan Cabang KPK.

Adapun konstruksi perkaranya adalah eks Gubernur Malut AGK yang pernah menjabat selaku Gubernur Malut pada periode 2019-2024.

Baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan RI (Ramadhan Ibrahim, yang tidak dibacakan, dalam berkas perkara terpisah/splitsing) dan RA (Ridwan Arsan, tidak dibacakan dalam berkas perkara terpisah atau splitsing) telah melakukan beberapa tindak pidana korupsi atau Tipikor.

Tipikor berupa menerima hadiah atau janji yang bertentangan dengan kewajibannya, pengaturan proyek pengadaan barang dan jasa, pemberian rekomendasi dalam rangka pengurusan perizinan, dan penunjukan serta pengisian jabatan perangkat daerah di lingkungan Pemprov Malut.

“Bahwa tersangka AGK juga terbukti melakukan penerimaan uang dugaan gratifikasi terkait jabatannya sebagai penyelenggara negara yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai Gubernur Malut,” tukasnya.

Tessa menjelaskan bahwa AGK selaku Gubernur Malut yang menjabat pada periode 2019-2024, telah menerima sejumlah uang dan atau barang terkait dengan pengadaan barang dan jasa, pengurusan perijinan serta pengisian jabatan dilingkungan Pemprov Malut dari KW (Kristian Wuisan alias Kian), STC (Stevie Thomas C), DI (Daud Ismail, tidak dibacakan), AH (Adnan Hasanudin, tidak dibacakan), RA (Ridwan Arsan, tidak dibacakan) dan penerimaan gratifikasi lainnya.

“Sehingga total penerimaan uang oleh AGK (Abdul Gani Kasuba, tidak dibacakan) pada kurun waktu menjabat periode 2019 – 2023 yang sudah terkonfirmasi adalah sebesar Rp102 Miliar (Rp.102.194.503.000,-),” tuturnya.

Dalam perkara RA (Ridwan Arsan, tidak dibacakan) bersama-sama AGK menerima uang dari tersangka IJ (Imran Jakub, tidak dibacakan), dan perbuatan dilakukan menggunakan beberapa transaksi rekening melalui Ridwan Arsan sejak bulan November 2023 hingga Desember 2023 dengan jumlah total sebesar Rp1,2 Miliar (Rp.1.237.500.000).

Penerimaan uang, tersebut itu atas perintah AGK dalam rangka pengisian jabatan perangkat daerah di lingkungan Pemprov Malut yakni jabatan Kepala Dinas Pemerintah Provinsi Maluku Utara yang dijabat oleh Imran Jakub dengan rincian pemberian:

“IJ (Imran Jakub Tidak dibacakan) sebelum dilantik menjadi Kadikbud Provinsi Malut sebesar Rp210 juta dan pemberian setelah dilantik menjadi Rp1.027.500.000 (satu miliar dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah),” paparnya.

Pemberian tersebut, lanjut Tessa merupakan kesepakatan yang terjadi antara AGK dan IJ.

Dimana dalam kesepakatan tersebut sebelum ditetapkan sebagai tersangka, IJ diangkat sebagai Kadikbud Malut.

“Pada saat terjadi oprasi tangkap tangan (OTT) terhadap AGK, IJ sempat diamankan oleh tim KPK tetapi belum terpenuhi kecukupan alat bukti,” tandasnya.

Melalui dengan serangkaian kegiatan penyidikan terhadap AGK, ditemukan alat bukti yang sangat cukup untuk memperkuat IJ sehingga ditetapkan sebagai tersangka.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya.***

Editor     : Armand 

Penulis  : Saha Buamona 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *