Klikfakta.id, HALTENG — Beberapà hari terakhir ini masyarakat di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara dikejutkan dengan isu dugaan “main mata” yang diduga dilakukan mantan penjabat Bupati Ikram Malan Sangadji dan vendor PT. IWIP.

Dugaan tersebut terkait objek pajak restoran yang diduga telah merugikan daerah Kabupaten Halmahera Tengah kurang lebih Rp. 60 miliar pertahun.

Dugaan renegosiasi pajak restoran ini mencuat setelah mantan tenaga Ahli Hukum dan Politik Pemerintahan Kabupaten Halmahera Tengah masa Bupati Edi Langkara, Hendra Karianga membeberkan PAD.

Hendra mengatakan pereduksian nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Rp 84 miliar masa kepemimpinan Bupati Edi Langkara dan pada kepemimpinan Penjabat Bupati Ikram Malan Sangadji turun menjadi Rp. 24 miliar pertahun dengan skema penyetoran senilai Rp 2 miliar perbulan.

Hal tersebut menjadi pertanyaan dari Rp 84 miliar itu apa dasar hukumnya sehingga penggenjotan PAD Halteng melalui pajak restoran menjadi halal?.

Disinilah Hendra menilai kecerdasan Edi Langkara dan Abd. Rahim Odeyani dalam pemanfaatan peluang emas atas aktivitas pertambangan untuk mendongkrak pendapatan daerah.

Pakar hukum Hendra bersama mantan Bupati Edi Langka dan dinas terkait merancang Peraturan Bupati (Perbub) No. 47 tahun 2021 dan mengacu pada peraturan daerah No. 12 Tahun 2011 tentang pajak dan retribisi pajak untuk daerah produk mantan Bupati Al Yasin Ali.

“Ini sudah menjadi regulasi daerah berdasarkan undang-undang. Regulasi ini kemudian menjadi dasar untuk pemerintah daerah di bawah pimpinan Elang dalam menarik pajak restoran kepada vendor PT. IWIP,” ujar Hendra saat dipercayakan sebagai tenaga ahli oleh pemda Halteng berdasarkan rilis yang diterima Klikfakta.id pada Sabtu 14 September 2024.

Pada saat perumusan Perbup tersebut Undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pusat dan daerah itu belum lahir sehingga pemberlakuan peraturan Bupati yang sah menurut hukum.

Selain itu mengacu peraturan daerah, dengan perumusan perbup adalah hasil manivestasi Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah.

Regulasi hukum diatas yang kemudian menjadi dasar kebijakan Elang-Rahim untuk mendongkrak PAD Halmahera Tengah melalui pajak restoran (jasa catering pada vendor PT. IWIP).

Hal itu dengan hitungan bahwa ada 47 ribu karyawan x 50 ribu/hari x. 30 hari x12 bulan x10 persen maka pendapatan yang akan masuk ke kas daerah sebesar Rp. 84 miliar pertahun.

Menurut mantan Bupati Edi Langkara, skema dan hitungan tersebut sudah disetujui bahkan ditandatangani oleh pemerintah daerah bersama PT. IWIP yang disaksikan Kejaksaan Tinggi, Polda Malut dan Tim Supervisi KPK.

“Pertemuan di kantor IWIP site tanjung Ulie. Dan IWIP memiliki niat baik dan bersedia untuk membayar ke Pemda. Namun saya dan Pak Rahim tidak bisa mengeksekusi karena masa tugas berakhir, saat itu kami berharap penjabat Bupati menindaklanjutinya,” jelas Elang.

“Akan tetapi regulasi yang ada tidak ditindaklanjuti, malah Ikram diduga merenegosiasi kembali hak daerah dengan vendor catering PT. IWIP,” tambahnya.

Sementara mantan penjabat Bupati Halteng Ikram Malan Sangadji alias IMD ketika dikonfirmasi berdalih bahwa usaha catering tidak bisa dikenakkan pajak restoran. Ikram juga menegaskan dirinya tidak melakukan renegosiasi.

“IWIP tidak ada restoran, yang ada itu hanya penyedia catering. Dan catering tidak bisa dikenakkan pajak daerah,” kilah IMS.

Pernyataan IMS tersebut diluruskan Hendra yang juga sebagai akademisi hukum Unkhair Ternate, menjelaskan usaha catering merupakan komponen dari usaha restoran atau jasa boga

“Itu menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009, bukan menurut Saya, jadi Ikram tidak paham, kalau pikiran pemimpin seperti ini maka tidak layak memimpin Halteng,” tegas Hendra.

Hendra kemudian mempertanyakan dasar hukum IMS menarik Rp. 2 miliar per bulan dari PT. IWIP. Pasalnya sejak berlakunya Undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan Daerah.

Maka Ikram sebagai kepala daerah tidak bisa memungut berapa besar atas objek pajak restoran di PT. IWIP karena tidak ada regulasi daerah yang mengatur pajak restoran terkecuali perbup itu direvisi dan disesuaikan dengan Undang-undang nomor 1 Tahun 2022.

“Tidak bisa dirubah sepihak apalagi direnegosiasi sepihak, jika dia (Ikram) mau merenegosiasi dan mereduksi kembali nilainya, harus merevisi lebih dulu perbub sebelumnya disesuaikan dengan undang-undang nomor 1 tahun 2022,” tukasnya.

“Disini saya menegaskan dan bertanya sekali lagi apa dasarnya sehingga membuat penagihan Rp. 2 milyar per bulan, artinya Ikram menggunakan dasar apa itu?,” tanyanya.

Menurutnya Perbup nomor 47 Tahun 2021, yang disusun oleh Elang-Rahim itu regulasinya dengan niat untuk mendongkrak PAD dari pajak restoran vendor IWIP sebesar Rp. 84 milyar pertahun. Sayangnya, peluang itu tidak terealisasi setelah Pj. Ikram Malan Sangadji menjabat.

“Mantan pj Bupati Halteng IMS diduga “main mata” dan merenegosiasi serta mereduksi nilai PAD turun menjadi Rp. 24 milyar perbulan sehingga membuat masyarakat Halmahera Tengah disana kehilangan dana sebesar Rp. 60 milyar pertahun,” pungkas Hendra.

Sementara mantan Pejabat Bupati Halmahera Tengah, Ikram Malan Sangadji ketika di konfirmasi via pesan whatsApp soal adanya dugaan renegosiasi pajak restoran IWIP tahun 2022 yang tidak ditagihnya tunggakan pajak tahun 2020 dan 2021 sekitar Rp. 120 M menanggapi datar.

“Adik baca dulu regulasinya sebelum menulis,” singkat IMS.

Ikram juga menjelaskan melalui via telepon WhatsApp bahwa, PT. IWIP selama beroperasi tidak memiliki restoran, sehingga tidak dikenakan tanggungan pajak restoran.

“Yang ada hanyalah penyedia catering, dan catering itu tidak bisa dikenakkan pajak daerah”, ungkap Ikram.

PT. IWIP adalah perusahan sekelas internasional. Lanjut Ikram jadi, tanpa harus diberitahukan, perusahan pasti taat akan pajak.

PT. IWIP hanya menanggung catering makanan sekitar 55 ribu karyawan, yang tidak harus dikenakan pajak, melainkan pajak tersebut ditagih oleh Kantor Pajak Pratama yang disepakati lewat rapat bersama.

“Bahkan saya sebagai Pj. Bupati Halteng sempat kesal, namun tidak bisa berbuat lebih karena sudah diatur dalam regulasi,” sebutnya.

Menurutnya tidak ada renegosiasi terkait pajak di perusahan PT. IWIP. Jika demikian sudah pasti ada surat tembusan. Sebab dirinya mengakui paham soal aturan, sehingga tidak bisa di utak atik.

“Selama jadi Pj. Bupati Halteng, saya tidak pakai tim staf khusus di bidang hukum seperti yang dipakai waktu era pemerintahan Elang-Rahim, karena saya memahami regulasi,” pungkasnya.***

Editor    : Armand

Penulis : Saha Buamona

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *