Klikfakta.id,HALUT– Dugaan pelanggaran pajak oleh sejumlah rumah makan di wilayah Halmahera Utara (Halut) mulai mencuat ke permukaan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, terdapat pelaku usaha rumah makan yang mengaku hanya menyetorkan pajak sebesar Rp150 ribu per bulan.
Ketika dilkalkulasi dalam setahun pajak yang di setor ke daerah hanya Rp 1.800.000 Padahal, dari hasil penjualan harian, mereka diduga mengantongi omzet hingga Rp15-16 juta per bulan. Adanya ketidak sesuaian antara omzet dan besaran pajak yang disetor kondisi ini sudah berlangsung lama.
Lebih mengejutkan lagi, ada pelaku usaha yang menyatakan telah membayar pajak, namun tidak dapat menunjukkan bukti setor resmi ke bank yang ada hanya bukti setoran ke petugas penagih.
Hal ini bisa menjadi indikasi penggelapan pajak atau pungutan liar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.Praktik ini disinyalir bertentangan dengan ketentuan perpajakan dan berpotensi membuka ruang terjadinya korupsi.
Dalam konteks perpajakan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, restoran wajib memungut Pajak Restoran sebesar maksimal 10% dari nilai pembayaran oleh konsumen, yang kemudian disetorkan ke kas daerah.
Pajak ini bersifat final dan dibebankan kepada konsumen, bukan pelaku usaha, namun pengusaha wajib memungut dan menyetorkannya secara berkala.
Ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 32 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 yang menyebutkan, “Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Salah satu Masyarakat dan pemerhati kebijakan publik mendesak Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara untuk lebih memperkuat sistem pengawasan dan transparansi dalam pemungutan Pajak Restoran.
Pemerintah daerah juga diminta bertindak tegas agar potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor kuliner tidak bocor dan benar-benar memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah.
” Pemerintah Daerah sudah harus tegas terutama dalam pengawasan yang berkesinambungan hal ini untuk menunjang pembangunan daerah,” tegasnya Minggu ( 13/5/2025).
Selain itu kata dia, dibutuhkan digitalisasi dan integrasi data pajak untuk menutup celah manipulasi dan kebocoran pendapatan daerah.
Menurutnya apabila ini terbukti ada pelanggaran, maka oknum pelaku baik dari pihak wajib pajak maupun aparat pemungut dapat dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU No. 6 Tahun 1983 jo. UU No. 28 Tahun 2007, yang mengatur tentang ancaman pidana bagi mereka yang sengaja tidak menyampaikan, atau menyalahgunakan sistem perpajakan.(red).