Klikfakta, JAKARTA — Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Haluan Aktivitas Anti Korupsi (Hatiku) Maluku Utara (Malut) menggelar aksi unjuk rasa (Unras) di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 6 Juni 2024.
Unras yang dilakukan di depan gedung KPK itu massa aksi menyampaikan beberapa dugaan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) yang melibatkan tiga orang oknum pejabat tinggi di wilayah Kabupaten Halmahera Timur.
Massa aksi yang dikordinir oleh Rizal Damola menyampaikan bahwa sesuai dengan hasil investigasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lokal dan Nasional tercatat tiga nama pejabat Halmahera Timur (Haltim) diduga terlibat dugaan tindak pidana korupsi( tipikor).
Tiga pejabat yang dimaksud yakni Bupati Haltim Ubaid Yakub bersama Wakil Bupati Anjas Taher dan Sekertaris Daerah (Sekda) Ricky C. Rifat.
Dugaan kasus Tipikor yang melibatkan tiga pejabat tersebut diantaranya biaya operasional sekolah daerah( Bosda) yang melekat di dinas pendidikan dan kebudayaan( Dikbud) Haltim tahun 2015 dengan kerugian keuangan negara Rp2,9 miliar.
“Kasus korupsi ini sedang dilakukan proses hukum, dan bendahara dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai tersangka, namun masih ada indikasi penyimpangan dalam penanganan kasus tersebut,” tegas Rizal yang juga selaku koordinator lapangan sesuai dengan rilis yang diterima Klikfakta.id pada Jumat 7 Juni 2024.
Rizal menegaskan bahwa kasus korupsi ini patut diduga kepala dinas pendidikan pada saat itu dijabat oleh Ubaid Yakub yang telah menjadi Bupati Haltim sehingga tidak ditetapkan sebagai tersangka.
“Kami bahkan menduga pengusutan kasus ini ada indikasi kong kalikong pada saat bendahara dinas pendidikan ditetapkan sebagai tersangka oleh Aparat Penegak Hukum (APH),” tegas massa aksi di depan gedung KPK RI.
Terdapat juga dugaan kasus korupsi dana penanggulangan Covid-19 pada tahun 2020 dan 2021, berdasarkan data dan bukti-bukti yang dilampirkan didalam laporan di Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polres Haltim tercatat ada indikasi penyalahgunaan anggaran.
Indikasi penyalahgunaan anggaran tersebut tidak dapat di pertanggung jawabkan dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp.28,1 miliar yang dalam rinciannya kerugian negara pada tahun 2020 Rp16,7 miliar 2021 sebesar Rp11,4 miliar.
“Dugaan penyalahgunaan anggaran ini sekda Haltim Ricky Chairul Rifat yang pada saat itu menjabat sekretaris tim penanggulangan Covid-19 juga diduga terlibat,” katanya.
Selain itu, kata Rizal ada dugaan kasus Gratifikasi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Yang mana berdasarkan hasil investigasi dari sejumlah LSM sampai melakukan hearing bersama pemerintah daerah dan DPRD Haltim.
Pihaknya juga mengaku menemukan bahwa ada fakta dugaan terjadinya manipulasi administrasi dalam upaya penerbitan beberapa syarat perizinan ditingkat daerah termasuk perubahan sepihak pada peta wilayah IUP dalam rekomendasi teknis.
Rekomendasi teknis terkait dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW), upaya kelola lingkungan (UKL) serta upaya pemantauan lingkungan (UPL) maupun analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal ) yang diduga dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Haltim.
Manipulasi ini, diduga dibekengi oleh Sekda Ricky Chairul Rifat yang diduga untuk salah satu perusahan tambang nikel PT Priven Lestari di desa Buli, Kecamatan Maba Haltim dan beberapa perusahaan tambang pemegang konsesi izin IUP lainnya.
“Kami menduga Ricky terlibat dalam praktek korupsi proses administrasi IUP pada beberapa teknis ditingkat kabupaten dalam bentuk suap yang diduga diberikan kepada Ricky Chairul sebagaimana yang dipublish oleh LSM Tranparancy Internasional Indonesia (TII) untuk perusahaan tambang,” sebutnya.
Beberapa perusahaan tersebut yakni : PT. KPT, PT. Arumba Jaya Perkasa, PT. Kasih Makmur Abadi Blok satu sampai empat, PT. Cakrawala Blok Besar, PT. Harum Candana Blok satu hingga empat.
Selain itu dugaan kasus korupsi dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) atas lahan di 4 desa lingkar tambang PT IWIP Kabupaten Halmahera Timur.
“Berdasarkan hasil investigasi yang diterbitkan oleh LSM TII, menemukan fakta bahwa Wakil Bupati Anjas Taher terlibat,” bebernya.
Indikasi keterlibatan ini karena diduga posisi Anjas Taher secara sepihak mengatasnamakan pemerintah daerah untuk mengambil alih proses realisasi dana CSR dari PT. IWIP Rp25 miliar.
Padahal dana CSR Rp25 miliar itu diperuntukan untuk pembayaran lahan milik warga 4 desa di lingkar tambang yaitu desa Ekor, desa Minamin, desa Waijoi dan desa Jikomoi
Wakil bupati Anjas sebagai pihak yang mengelola distribusi dana itu, diduga dilakukan secara tertutup dengan hanya merealisasi kurang lebih Rp.8 miliar.
“Sebagaimana pengakuan masyarakat 4 Desa menyampaikan kepada kami bahwa mereka menerima dana CSR sesuai bukti kwitansi hanya Rp8 miliar yang diterima,” tandasnya.
“Maka kami menduga kuat ada dugaan sisa dana sebesar Rp.17 miliar yang diselewengkan dan digelapkan oleh Anjas Taher untuk kepentingan pemilihan kepala daerah tahun 2024,” pungkasnya.
Berdasarkan temuan kasus Tipikor tersebut massa aksi dari Hatiku mendesak KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, segera periksa dan menyelidiki kasus korupsi dana Bosda di Diknas Haltim yang diduga Ubaid Yakub terlibat.
Massa aksi juga mendesak KPK agar segera melakukan penyelidikan terkait dengan dugaan penggelapan dana CSR PT IWIP atas lahan milik 4 desa dilingkar tambang yang diduga kuat dilakukan Anjas Taher.
Mendesak KPK RI segera tangkap dan adili sekda Haltim Ricky Chairul Rifat atas dugaan kasus korupsi dana Covid 19 senilai Rp.28.1 miliar.
KPK serta Kejagung segera panggil dan periksa para Direktur di 12 IUP yang diduga bodong dan dugaan memberi suap kepada sekda Haltim, Ricky Chairul Rifat.
“Kami juga mendesak Kejagung RI segera mengintruksikan kepada Kejari Haltim agar segera membuka seluruh kasus melibatkan sekda Haltim dan Wakil Bupati Haltim, yang pernah dilaporkan,” pungkas Rizal.***
Editor : Armand
Penulis : Saha Buamona
Komentar