Oleh : Saha M. Buamona
Ajaran Agama Islam mengharuskan seorang pemimpin itu harus adil untuk bersikap dan benar-benar mempunyai kemampuan menjalankan amanat. Karena dia akan menghadirkan semua kebijakan yang berpihak pada hati nurani dan selaras dengan kebaikan yang hanya untuk kepentingan umum.
Memangku jabatan sebagai pimpinan itu berarti “kita” diperhadapkan dengan amanah yang harus dipertanggung jawabkan. Pada hakikatnya, bahwa Islam mengajarkan kepemimpinan adalah amanat, dan kepercayaan dari Allah SWT yang diberikan kepada hambaNya untuk membawa kebaikan, hidup sejahtera dan keberkahan.
Tapi apa yang dilihat dengan adanya marak terjadi di negeri ini? Karena dari berbagai media khususnya di Maluku Utara dan Indonesia setiap tahunnya memberitakan pejabat tertangkap dengan tuduhan dan dakwaan pidana korupsi.
Itu semua karena jabatan dan wewenang yang dimiliki tidak berjalan sesuai amanah.
Bahkan ada hal yang paling sangat identik adanya prilaku korupsi bagi masyarakat umum bahwa itu adalah penekanan dan penyalahgunaan kekuasaan atau menggunakan satu jabatan publik hanya untuk meraih kepentingan dan keuntungan pribadi.
Perbuatan itu sudah jelas, bahwa telah melakukan tindak pidana korupsi, dan perbuatan seperti itu adalah bentuk suatu perbuatan yang nyata serta sebuah pengkhianatan.
Contohnya yang dialami Masyarakat Maluku Utara baru-baru ini terjadi, dugaan kasus jual beli jabatan, suap proyek serta perizinan pertambangan yang terjadi dilingkungan pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara pada tahun 2023 kemarin.
Dalam kasus ini, Gubernur Provinsi Maluku Utara Abdul Gani Kasuba atau AGK diduga sebagai tersangka utama dan enam pejabat Pemprov.
Diantaranya: Kepala Dinas PUPR Daud Ismail, Kepala Dinas Perkim Adnan Hasanuddin, Ramadhan Ibrahim sebagai Ajudan gubernur AGK, Ridwan Arsan selaku kepala BPBJ, dan pihak swasta Stevi Thomas dan Kristian Waisan.
Mereka ditetapkan bersalah setelah tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) operasi tangkap tangan (OTT) dan dilakukan pemeriksaan terhadap puluhan saksi dari pemprov aktif hingga pensiunan di Malut dan pihak swasta terkait kasus korupsi tersebut.
Dari kasus-kasus ini jelas sekali, jika publik menduga ada penyalahgunaan jabatan dan wewenangnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Publik juga bisa menilai bahwa apa yang diperbuat itu makin miris.
Karena melakukannya untuk menetapkan sejumlah infrastruktur dan jembatan serta perizinan pertambangan yang menguntungkan seseorang maupun kelompok.
Perbuatan yang telah dilakukan oleh seorang pemimpin itu tentu telah merugikan seluruh masyarakat dari generasi. Apa lagi saat semakin bertambahnya penduduk dan telah merugikan negara
Disini sebagai masyarakat publik bisa menilai bahwa jabatan saja bisa dijual belikan, maka niscaya hasil pemimpin yang ditempatkan tentu akan sangat mempengaruhi kinerja birokrasi, tidak transparannya kinerja, terciptanya ideologi konsumtif dan hedonistik di kalangan para penguasa.
Lagi-lagi rakyat dirugikan oleh seorang Pemimpin yang terlihat tidak adil dan amanah. Mengapa? Jangan heran jika pembangunan tertinggal, kualitas pendidikan rendah, lapangan kerja/usaha sulit diperoleh, kriminalitas meningkat, lingkungan rusak, layanan kesehatan rumit, dan masih banyak lagi akibat karena pemimpin yang ditimbulkan tidak Adil dan Amanah.
Apakah sesulit itu kita memegang amanah, menjalankan kepercayaan dan kewajiban yang disematkan kepadanya?
Disini kita bisa mendefinisikan bahwa konflik kepentingan menjadi pemicu utama penyalahgunaan jabatan dan wewenang dikarenakan adanya unsur kepentingan pribadi dalam menjalankan profesionalitas seorang pemimpin dengan tugasnya.
Sebagai seorang manusia yang selalu terpapar godaan hawa nafsu duniawi, akan ada pertanyaan bahwa siapa yang tidak tergoda dengan uang dan kesempatan mendulang pundi-pundi ke dalam kantong pribadi?
Hal itu dilakukan jika tidak dilandasi dengan keimanan, maka kita akan mudah tergoda dan tergoyahkan, tapi terkadang kita sebagai pemimpin dengan keimanan yang begitu kuat saja masih menyalahgunakan apa yang ada di pundak Kita.
Padahal dalam Agama Islam sangat melarang bahkan tidak ada toleransi segala bentuk perilaku korupsi dalam hal menyalahgunakan wewenang atau jabatan, baik itu skala kecil maupun besar, apalagi sampai merugikan negara.
Jika dilihat melalui pandangan agama Islam bahwa korupsi termasuk dalam kategori Al Ghasysy (penipuan) dan atau al-Ghulul (penggelapan).
Hal ini dapat diartikan bahwa korupsi adalah perbuatan haram, dosa besar, karena sama halnya dengan memakan harta dari hasil rampasan, curian untuk kepentingan pribadi.
Al Quránul Karim menyebutkan bahwa melarang perilaku korupsi, karena itu sama halnya dengan mengkhianati amanat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah SWT dan Rasul (Muhammad) dan (juga) jangan kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS Al-Anfal ayat 27)
Artinya bahwa kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak pada sosial, antara pemimpin dengan rakyatnya, namun merupakan perjanjian dengan Allah SWT.
Sebab siapapun yang memeganga jabatan itu Ia bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT. Atas tanggung jawab kepada seorang pemimpin jauh lebih besar dari yang lainnya, karena tanggung jawab besar pemimpin itu adalah didunia dan di akhirat.
Jika menjadi seorang pemimpin yang baik mendapatkan penghargaan dan kedudukan sangat tinggi yang diberikan oleh Allah SWT. Sebaliknya jikalau pemimpin itu tidak baik, maka mendapatkan laknat dan kutukan dari Allah SWT.
Sesungguhnya Islam melaknat perbuatan itu dikarenakan pemimpin adalah wakil tuhan di muka bumi ini dimana ia harus melindungi, dan mengayomi rakyatnya.
Karena begitu besar dampak yang akan ditimbulkan jika tidak dengan segera memberantas korupsi yang telah penyalahgunaan wewenang atau menciptakan sistem kelembagaan yang buruk (asal atasan senang, abaikan profesionalisme).
Sementara kesenjangan sosial yang tinggi sehingga kesejahteraan sosial tidak akan tercapai, semakin tingginya angka kriminalitas akibat hukum diperjualbelikan, prestasi jadi tak berarti, kemajuan hanya wacana.
Perlu diketahui bahwa ganjaran untuk seorang koruptor itu mendapat Hukuman duniawi yang tentunya akan berjalan berdasarkan dengan undang-undang yang ditetapkan oleh manusia.
Akan tetapi dalam Islam itu bahwa pelaku korupsi juga akan dikenakan dengan hukuman akhirat. Ingatlah bahwa akan ada kehidupan yang baru setelah meninggal nanti. Bahkan ada perhitungan hisab di akhirat. Tidak ada ampun bagi mereka yang telah merugikan kepentingan umum dan juga negara.
Dalam syariat Islam, menurut pendapat Dr. H. Harun al-Rasyid dalam buku Fikih Korupsi 48, disepakati bahwa hukum yang paling tepat adalah hukum ta’zir, dimana hakim yang akan menetapkan pelaksanaan secara khusus mulai dari hukuman cambuk, penjara, pengasingan, penyitaan harta, denda, peringatan, nasihat, publikasi hingga hukuman mati jika dianggap telah melakukan korupsi berulang- ulang.
Dalam surat Al-Maidah ayat 5 menyebutkan “Laki-laki yang mencuri dan perempuan mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan sebagai siksaan dari Allah dan Allah Maha perkasa dan Maha Bijaksana.”
Ajaran Islam mengajarkan kita untuk ingin membawa setiap umat hidup bahagia dan selalu mendapatkan keberkahan, agar selamat dunia dan akhirat nanti, hal ini agar kita bisa melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama dan diri sendiri.
Sementara dalam syariat Islam, juga mengajarkan kita sebagai pemeluknya bahwa harus membekali diri dengan rambu-rambu yang kuat agar mampu mengendalikan diri, membatasi perilaku menyimpang dan untuk mengumpul harta dengan cara yang halal.
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan seberat zarrah pun, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa berbuat keburukan seberat zarrah pun, niscaya ia akan melihat balasannya”. QS Al Zalzalah ayat 7.
Perlu diketahui bahwa Allah SWT adalah maha melihat dan maha mengetahui serta maha kuasa. Maka, menjalankan kehidupan ini dengan sebaiknya kita melakukan perbuatan dan menjalankan amanah yang diberikan itu dengan baik.
Kita juga harus tetap berada di jalan Allah SWT agar kita selamat di dunia dan akhirat karena apapun yang kita lakukan itu sudah pastinya kita akan pertanggung jawabkan kepadanya.***
Komentar