Klikfakta.id, TERNATE — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate menggalar sidang lanjutan atas dugaan kasus suap dan jual beli jabatan serta perizinan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara.
Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Rommel Franciskus Tampubolon selaku ketua PN Ternate didampingi 4 Hakim anggota lainnya, yakni Haryanta sebagai wakil ketua PN, dan anggota dua Kadar Noh serta tim edhock Tipikor yaitu Samhadi dan Moh Yakob.
Sidang yang digelar di PN Ternate pada Rabu 12 Maret 2024 dengan agenda pemeriksaan empat saksi dari terdakwa Stevi Thomas selaku pihak swasta perkara nomor: 02/pid.sus-TPK/2024/PN Tte.
Kasus tersebut dengan tersangka utama eks Gubernur Maluku Utara (Malut) KH. Abdul Gani Kasuba (AGK) saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) olek Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Maluku Utara (Malut). Baca Juga : JPU KPK Hadirkan 4 Saksi Pejabat Pemprov Malut Disidang Lanjutan Kasus Suap Eks Gubernur Malut AGK
Didalam persidangan tersebut nama mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Malut Muhaimin Syarif disebutkan oleh saksi utama Stevi, yakni Sekda Malut Samsuddin A. Kadir.
Samsuddin mengatakan dirinya tidak pernah mendengar informasi secara langsung dari gubernur Malut AGK atas pengangkatan Muhaimin sebagai staf khusus (Stafsus) Gubernur.
Samsudin menyebut mendengar informasi Muhaimin Syarif menjabat sebagai Stafsus Gubernur, akan tetapi selaku Sekda tidak pernah melihat adanya Surat Keputusan (SK) terhadap yang bersangkutan berstatus Stafsus AGK.
“Muhaimin Syarif sebagai Stafsus itu saya tidak dengar dari gubernur tapi ada yang menyampaikan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dilantik sebagai Stafsus gubernur,” ujarnya.
Disentil oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK ketika mempertanyakan apakah Muhaimin Syarif merupakan perpanjangan tangan dari gubernur terkait dengan pengurusan perizinan pertambangan?.
“Kalau soal itu bisa jadi, karena beliau (Muhaimin) sangat dekat dengan pak gubernur AGK, karena kedekatan mereka ada langkah-langkah tertentu yang diambil Muhaimin,” katanya.
Bahkan dirinya juga mengakui sering mendengar beberapa keluhan dari sejumlah kepala dinas terkait dengan intervensi perizinan yang dilakukan oleh Muhaimin Syarif.
“Yang saya dengar itu Muhaimin sering intervensi masalah perizinan, namun yang saya tahu hanya tambang saja,” tukasnya.
Ketika JPU KPK mempertanyakan lagi apakah Pak Sekda pernah mendengar dan lihat setiap pengusaha sebelum mengajukan permohonan terhadap AGK harus memberikan upeti (uang)?.
“Karena kami yang jauh dari Jakarta bisa dengar masa beda ruangan saja tidak dengar,” tanya JPU KPK.
Dengan singkat Sekda menjawab “saya dengar tapi tidak melihat soal itu,” ucapnya sembari menjawab pertanyaan JPU.
Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Kadis ESDM Malut Suriyanto Andili saat JPU memberikan pertanyaan terkait dengan intervensi perizinan pertambangan yang sering dilakukan oleh Muhaimin.
“Apakah Dia (Muhaimin) intervensi,” tanya JPU KPK.
Dengan singkat Suriyanto menjawab “Iya dia ada dan biasanya intervensi masalah rekomendasi itu dan pasti membawa nama gubernur,” singkatnya.
Ia bahkan mengakui, terkait dengan jabatan Stafsus gubernur yang dijabat Muhaimin itu, pihaknya mendengar langsung disampaikan oleh gubernur AGK kepada dirinya.
“Iya dia Stafsus gubernur dan itu yang sampaikan langsung adalah pak gub,” terangnya.
Keterangan Samsuddin dan Suriyanto sangat berbeda dengan saksi lain atau mantan Kadis Kehutanan Malut M. Syukur Lila.
Syukur mengaku, Muhaimin Syarif tidak pernah intervensi saat dirinya masih menjabat sebagai kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Malut.
“Waktu saya menjabat Kadishut itu Muhaimin tidak pernah mencampuri soal rekomendasi teknis yang ada di Dishut,” pungkasnya.
JPU KPK juga menunjukkan sedikit bukti terkait dengan dugaan kasus OTT pada 18-19 Desember 2023 lalu.***
Editor : Armand
Penulis : Saha Buamona