Klikfakta.id, TERNATE– Jaksa Penuntut Umum(JPU) KPK menolak nota pembelaan atau pledoi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba( AGK) pada sidang beragendakan replik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate, berlangsung pada Jumat 6 September 2024.
JPU KPK, Grafik saat membacakan replik pada sidang yang dipimpin hakim ketua, Kadar Noh didampingi empat hakim anggota lainnya menyampaikan bahwa, permohonan dari terdakwa AGK disidang pledoi dengan materi sebanyak tiga permintaan permohonan diantaranya:
1. Meminta keringanan hukuman
2. Rp.109 miliar agar tidak dibebankan kepada terdakwa AGK karena menurut mereka itu bagian dari pada kerugian negara yang tak dinikmati oleh AGK
3. Begitu putusan dibacakan terdakwa langsung dipindahkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Ternate ke Lapas.
“Maka kami menjawab terkait dengan beratnya putusan untuk keringanan hukuman tergantung majelis hakim, karena mereka yang memutuskan,” ujar Grafik dihalaman kantor PN Ternate kepada sejumlah awak media.
Terkait dengan Rp109 miliar, JPU KPK berbeda pendapat dengan penasihat hukum terdakwa. Karena di pasal 17 pembebani uang pengganti pidana tambahan yang dijatuhkan ke terdakwa dalam tindak pidana korupsi.
“Tindak pidana korupsi yang dimaksud adalah pasal dua, tiga, empat sampai pasal empat belas,” jelasnya.
Pasal dua, tiga, dan empat urusannya dengan kerugian keuangan negara, pasal lima suap, sampai empat belas adalah pasal pemerasan. Artinya apa? Bukan hanya pasal dua dan tiga terkait kerugian keuangan negara.
“Tapi semua pasal dari pelanggaran tindak pidana korupsi menghasilkan harta benda, diperoleh oleh terdakwa, karena perbuatan korupsi itu yang dilakukannya,” katanya.
Oleh karena itu, kata Grafik pertemuan harta benda atas perbuatan tindak pidana korupsi maka JPU KPK juga berpandangan harta benda itu tidak pantas diperoleh terdakwa kenapa?
“Karena kenapa? diperoleh dengan cara menyimpan atau dengan cara korupsi yang melanggar hukum, sehingga harta benda itu tidak layak diperoleh oleh terdakwa,” tukasnya.
Oleh karenanya harta benda itu harus dirampas sebagai pengurang uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa, dan pihaknya meminta ke majelis hakim bahwa ada barang bukti berupa tanah dan bangunan disita penyidik KPK.
“Kami minta agar itu dirampas oleh negara dan turut diperhitungkan sama pembayaran dengan uang pengganti,” tandasnya.
Grafik menegaskan bahwa tidak ada kerugian keuangan negara, akan tetapi JPU KPK berpandangan tambahan harta benda milik terdakwa dengan cara tindak pidana korupsi dengan cara penerimaan suap dan gratifikasi yang nilainya Rp.109 miliar.
“Untuk itu kami harus rampas kembali, karena orang ini menambah harta kekayaannya dengan cara korupsi, jadi tidak ada kerugian negara, tapi itu hanya menambah harta benda dengan cara korupsi,” tegasnya.
“Terdakwa mengajukan permohonan untuk keringanan hukuman, agar uang pengganti tidak dibebankan kepada terdakwa,” ucap Greafik saat sidang berlangsung.
Menurutnya, terkait uang pengganti Rp 109.056.827.500.(seratus sembilan miliar lima puluh enam juta delapan ratus dua puluh tujuh ribu lima ratus) dan USD 90.000 dolar agar tidak lagi dibebankan kepada terdakwa.
Namun permintaan tersebut ditolak dan disampingkan. Dikarenakan hal itu sudah sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan. Sementara permintaan pemindahan terdakwa dari rutan ke Lapas juga ditolak bahkan dikesampingkan.
“Pledoi terdakwa Abdul Gani Kasuba ditolak dan dikesampingkan. kami juga tetap pada tuntutan,” tegas Grafik.
Ketua majelis hakim Kadar Noh juga langsung memberi kesempatan kepada PH AGK untuk menanggapi replik JPU KPK.
“Yang mulia duplik kami tetap pada nota pembelaan atau pledoi yang kami ajukan sebagaimana yang kami sudah bacakan dan kami serahkan disidang sebelumnya,” ujar Hairun Rizal.
Hakim ketua Kadar Noh mengatakan, selanjutnya akan dilakukan sidang putusan namun ditunda selama dua minggu kedepan.
“Jadi pembacaan putusan itu kita jadwalkan sampai 20 September 2024,” tukasnya. ***
Editor : Armand
Penulis : Saha Bumona