Klikfakta.id, TERNATE — Sebanyak lima orang saksi dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang kasus jual beli jabatan, suap proyek, perizinan pertambangan, dan gratifikasi dengan terdakwa eks Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba atau AGK.
Persidangan berlangsung pada Rabu 26 Juni 2024 sekira pukul 10:15 WIT di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dipimpin oleh majelis hakim Rommel Fransiskus Tompubolan yang juga selaku ketua pengadilan negeri (PN) Ternate didampingi empat hakim anggota lainnya.
Lima saksi dihadirkan oleh JPU KPK. Empat diantaranya pejabat dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut dan satunya mantan pejabat Pemprov yang saat ini menjabat sebagai kepala dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) Kota Ternate.
Para saksi diantaranya Kadri La Etje yang saat ini menjabat sebagai Plh. Sekprov Malut, Abdullah Assegaf Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Idrus Assegaf Kepala BPSDM, Arafat Talaba Fungsionaris BPBJ, serta Fahri Fuad mantan Kabid Mutasi BKD yang sekarang menjabat Kepala Dukcapil Kota Ternate.
Kadri La Etje pada saat ditanya hakim ketua Rommel menuturkan bahwa Ia dihadirkan didalam persidangan itu terkait dengan kasus Oprasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, yang dirinya mengetahui melalui media online.
“OTT KPK Desember lalu bersamaan dengan saya dilantik menjadi asisten di Pemprov Maluku Utara,” ujar Kadri selaku mantan Kepala BPBJ Malut di masa pemerintahan AGK.
Menurut Kadri saat dirinya menjabat sebagai Kepala BPBJ, dirinya pernah diminta untuk membeli mobil pribadi oleh gubernur AGK agar supaya pada saat datang rapat jangan pakai motor.
“Saya diberikan jabatan sebagai PLT kepala BPBJ Malut, eks gubernur AGK menghampiri saya di jalan bilang saya beli mobil jangan rapat datang pakai motor terus, karena saya tidak punya mobil maka gubernur juga tidak minta uang ke saya,” kata Kadri.
Kadri juga membeberkan bahwa Ia pernah dimintai uang oleh ajudan AGK dan orang terdekatnya eks gubernur Malut dua periode, dan yang dirinya pernah berikan uang ke Ramadan Ibrahim, Zaldi Kasuba dan Wahima.
“Ajudan dan orang dekat itu meminta uang yang saya ingat akumulasi sejak permintaan senilai Rp.200 juta dengan modus bangun rumah, bantu orang sakit, bantu bawa jenazah di Bacan dan Obi, serta bantu kurban hewan lebaran Idul Adha,” ucapnya.
“Saya juga pernah melawan kontraktor yang megatasnamakan eks Gubernur AGK, seperti Kristian Wuisan karena menekannya saya memenangkan dia proyek di BPBJ,” tegasnya.
Saksi yang dihadirkan oleh JPU KPK ini terlihat ada-ada saja, pasalnya dari pengakuan Kadri saat sidang ungkap maksud pemberian uang ke terdakwa eks Gubernur Malut AGK.
Kadri yang dicecar dengan berbagai pertanyaan hakim mengenai apa motif dari pemberian uang hingga mencapai Rp200 juta dalam masa jabatannya sebagai Kepala BPBJ Malut
“Kalau AGK minta langsung tidak ada, tapi melalui Zaldi Kasuba, Ramadhan Ibrahim dan Wahima, yang saya ingat pemberian ke mereka secara transfer selama 7 bulan di 2023,” tukasnya.
Menurutnya, pemberian uang ke orang dekat terdakwa karena AGK meminta untuk melihat mereka, sebab mereka orang susah dari kampung.
“Pak Gubernur menyampaikan ke saya bahwa mereka anak-anak kampung, mereka juga susah jadi bantu, seperti Wahima, Ramadhan dan Zaldi, bahkan salah satu diantara mereka meminta material bangun rumah,” ucap Sekprov Malut.
Hakim juga mencecar kenapa uang itu diberikan, dengan lantang menjawab bahwa dirinya memberikan uang bukan karena takut jabatan Kepala BPBJ dicopot.
Namun juga memiliki rencana jangka panjang, karena ingin mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati di Kabupaten Halmahera Selatan, dimana mereka akan dijadikan tim.
“Insya Allah kalau saya berkesempatan menjadi Calon Wakil Bupati Halsel, maka mereka saya pakai sebagai tim,” bebernya.
Sementara Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Malut Abdullah Assegaf mengakui pernah berikan uang ratusan juta ke terdakwa AGK.
Pengakuan itu diungkapkan Abdullah Assegaf pada saat ditanya oleh ketua majelis hakim apakah saudara saksi pernah memberikan uang ketika eks Gubernur meminta.
Dalam kesempatan tersebut Abdullah langsung menjawab bahwa dirinya memang pernah memberikan uang ke terdakwa AGK dengan jumlah secara keseluruhan Rp.700 juta.
“Saya berikan ke Zaldi Kasuba ada yang Rp. 10 juta, sampai paling kecil Rp.5 juta. Karena permintaan pak Gubernur untuk bantu mahasiswa perantauan dan biaya berobat,” kata Abdulah.
Abdullah bahkan menyatakan bahwa dirinya memberikan uang itu bukan takut dicopot dari jabatan Kepala DKP Malut, akan tetapi sebagai balas budi karena AGK sudah memberinya jabatan.
Selain melalui Zaldi, Kepala DKP Malut aktif itu juga pernah memberikan uang lewat ajudan Wahidin Tahmid, Deden Sobari serta Fajrin di Jakarta.
Pengakuan Abddulah Assegaf dalam persidangan dihadapan JPU KPK, saat dicecar pemberian uang itu asalnya dari mana?, Abddulah mengaku, bahwa itu milik pribadi.
“Uang itu bersumbernya dari TTP dan uang honor lainnya, ada juga kalau saya tidak ada uang saya minta bantu ke pihak swasta,” ungkap Abdullaah menjawab pertanyaann Jaksa.
Menurut Abdullah, dirinya meminta bantu ke pihak swasta atau kontraktor yang mengerjakan proyek milik DKP Malut untuk memenuhi permintaan Gubernur AGK.
“Saat itu proyek DKP ada intervensi Muhaimim Syarif mengatasnamakan Gubernur, sempat saya bersitegang dengan Muhaimin,” pungkasnya..***
Editor : Armand
Penulis : Saha Buamona