Klikfakta.id, HALSEL- Kebijakan Bupati Halmahera Selatan (Halsel) Hasan Ali Bassam Kasuba yang menggantikan sejumlah Kepala sekolah( Kepsek) jelang Pilkada 2024, menuai sorotan dari akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Maluku Utara, Muamil Sunan.
Muamil menilai kebijakan tersebut selain melanggar Imbauan Undang- Undang Pilkada, juga terkesan politis.
Menurut Muamil, Bupati Bassam Kasuba selaku kepala daerah tentunya harus bersikap fair dalam memproses kebijakan pergantian atau melakukan mutasi kepsek, bukan karena demi dengan kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Sebab seorang kepala daerah atau Pejabat kepala daerah jika ada yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat jelang Pilkada bisa dikenai sanksi pidana, sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) buka suara, terkait dengan larangan melakukan mutasi rotasi jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) selama Pilkada 2024.
“Dalam menyikapi larangan tersebut, KASN berpedoman pada pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Thn 2016,” tegas Muamil dalam keterangan tertulis kepada Klikfakta.id pada Kamis 23 Mei 2024 melalui via pesan whatsApp.
Muamil mengatakan adanya unsur politis jika secara mendadak dilakukan rotasi mutasi jabatan ASN pada saat Pilkada 2024.
“Atas dasar itulah, KASN berpegang teguh pada aturan dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Thn 2016,” katanya.
Sikap Bupati, lanjut Muamil tentunya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016, untuk itu perlu mendapat teguran keras dari Bawaslu Halsel maupun Bawaslu RI.
“Hal tersebut bertujuan agar proses pilkada nantinya bisa berjalan secara fair dan demokratis sehingga para ASN juga harusnya bersikap netral tanpa tekanan dari kepala daerah,” tukasnya.
Mentri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) dengan Nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024 yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan walikota seluruh Indonesia.
Salah satu point dari SE adalah untuk mengingatkan kepada gubernur, dan bupati serta wali kota untuk tidak melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, terkecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Bupati harus mendapat sanksi keras dengan mengambil keputusan yang inskontitusional karena telah melanggar Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 Dikenakan sanksi keras karena dengan adanya keputusan inkonstitusional dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016.
“Bupati harus mendapat saksi keras karena tidak patuh terhadap himbauan KASN dan Mendagri, bahkan kebijkan bupati juga telah melawan hukum,” pungkasnya.***
Editor : Armand
Penulis : Saha Buamona