Klikfakta.id, TERNATE– Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Provinsi Maluku Utara kembali menggelar sidang kasus jual beli jabatan, suap proyek, serta perizinan atas tersangka eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK).
Sidang keempat yang berlangsung pada Senin 25 Maret 2024 itu, dengan agenda mendengar keterangan saksi dipimpin Romel Franciskus Tumpubolon selaku Hakim ketua dan didampingi empat hakim anggota lainnya.
Jaksa penuntut umum( JPU) KPK dalam persidangan tersebut menghadirkan empat saksi, yang diketahui ajudan eks AGK.
Mereka diantaranya Wahidin Tachmid selaku anggota Polri aktif, Zaldi Kasuba selaku Kopunakan AGK, Rizmat Akbarulah, dan Fajrin.
Mereka dihadirkan sebagai saksi didalam persidangan dengan terdakwa Adnan Hasanuddin selaku mantan kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Provinsi Maluku Utara.
Mereka diketahui orang dekatnya AGK. Mereka dihadirkan untuk dimintai keterangan dalam sidang kasus Oprasi Tangkap Tangan (OTT) tim penyidik KPK kepada AGK di Maluku Utara dan Hotel Bidakara Jakarta pada 18-19 Desember 2023 lalu.
Dari empat terdakwa yang menjalani sidang keempat itu terlihat majelis hakim lebih terfokus pada transaksi uang masuk ke AGK yang diberikan oleh terdakwa.
Wahidin Tachmid selaku anggota Polri aktif dalam keterangannya mengakui bahwa dirinya penrnah menerima uang melalui transfer sebanyak 5-6 kali dari terdakwa Adnan Hasanuddin.
“Uang yang transferannya lewat saya itu nominalnya sekira Rp 25-50 bahkan sering kali sampai Rp100 juta dan kalau tidak salah sampai November 2023,” katanya.
Wahidin bahkan dalam keterangannya mengakui pernah diminta AGK untuk menampung uang transferan dari pihak lain ke rekening pribadinya, dan setiap saat harus melaporkan nominal yang ditransfer serta asal muasal uang tersebut.
“Akan tetapi uang yang ditransfer itu terkadang banyak dari perempuan, bahkan diduga AGK ada hubungan dengan perempuan yang saya transfer uang,” sebutnya.
Wahidin bahkan dicecar oleh Hakim untuk dimintai pertanggungjawaban atas sejumlah uang yang ditransfer melalui rekening istrinya untu kepentingan AGK.
Pasalnya, didalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya disanyalir dibacakan Majelis Hakim Wahidin mengakui ada uang yang ditransfer melalui rekening istrinya, untuk pembelian dua unit mobil dengan cara cicilan Rp 250 juta.
Bahkan Wahidin juga mengakui ada uang Rp 34 juta untuk pembelian satu unit motor NMAX dan sebidang tanah di Sofifi dengan harga senilai Rp 20 juta.
“Dan uang yang di transferan ke rekening milik istri saya itu murni uang pribadi,” tukasnya.
Senada dengan Zaldi, yang dalam kesaksiannya juga mengakui bahwa bertugas sebagai ajudan gubernur sejak 2015-2023 dengan tugas untuk menyiapkan perlengkapan dan keperluan gubernur.
Zaldi mengatakan bahwa dirinya juga pernah diminta AGK untuk menerima transfer dari Syukur Lila yang selaku mantan Kepala Dinas Kehutanan Malut, plt PUPR, dan terdakwa Adnan Rp 20 juta hingga ratusan juta.
“Rekening pribadi Saya juga dipakai untuk kepentingan keluarga gubernur untuk ditransfer ke keluarganya. Saya juga pernah diperintahkan membayar hotel di Bidakara Jakarta, pembayaran pertama itu Rp100 juta dari Ramadhan kedua Rp 50 juta dari Fajrin,” tukasnya.
Ia menyatakan terkait dengan rekening, dirinya mengakui memiliki dua rekening Bank yang berbeda, yaitu Mandiri dan BCA bahkan rekeningnya adalah rekening pribadi.
“Rekening yang saya buka itu untuk pribadi, namun berjalannya waktu Pak Gub sering minta bantu kepada saya menerima transferan uang,” ucapnya.
Dirinya bahkan mengakui, pernah menerima uang dari hasil transferan beberapa Kadis termasuk Adnan yang kurang lebih 3-5 kali dengan nominal Rp 50-100 juta.
“Selanjutnya uang itu saya ambil dan langsung berikan ke gubernur AGK tanpa potongan sedikitpun, karena berapapun nominalnya beliau pasti tau,” pintanya.
Selain itu Rizmat Akbarulah yang juga dalam kesaksiannya mengakui pernah menerima transferan sejumlah uang dari terdakwa Adnan sebesar Rp15 juta.
“Tapi uang itu untuk tiket pulang Pak gubernur dari Jakarta ke Ternate, dan itu dikirim melalui rekening pribadi saya,” jelasnya.
Dirinya bahkan mengakui pernah memfasilitasi tiket pesawat AGK pada saat perjalanan dinas. Akan tetapi itu sudah disiapkan oleh kepala Dinas.
“Terkadang Kadis hendel, saya hanya laporkan ke pak Gub, tapi ada yang saya lupa,” pungkasnya.
Dan menerima transfer atas perintah AGK dari terdakwa Adnan senilai Rp 50 sampai ratusan juta. Menurutnya waktu AGK terkena OTT KPK di Jakarta dan saat itu Adnan tidak berada di Jakarta.
“Waktu OTT lima orang ke Jakarta dan terdakwa Adnan tidak ikut. Lima orang itu adalah Ramadhan, Mahdi, Hanafi, Ridwan, dan AGK,” ungkapnya didepan hakim.
Sementara Fajrin ketika memberikan keterangannya itu mengakui, sejak bertugas sebagai Ajudan AGK pada 2020-2023. Ia juga mengaku tidak pernah diminta atau disuruh AGK membuka rekening, akan tetapi pernah menerima uang transferan dari terdakwa.
“Beliau (AGK) tidak pernah perintah saya membuka rekening, tapi kalau rekening pribadi saya, sering dipakai untuk menerima uang transferan itu, memang ada,” katanya dihadapan Majelis Hakim dan JPU KPK.
Dirinya mengatakan bahwa transferan sejumlah uang dari terdakwa yang masuk kerekeningnya itu, langsung diserahkan ke eks gubernur Malut AGK secara tunai.
“Pak Gub lebih dulu menghubungi Kadis, saya hanya dikonfirmasi untuk uang itu dikirim, dan jumlah yang masuk kerekening saya berfariasi mulai dari Rp 10-25 juta,” akunya.***
Editor : Armand
Penulis : Saha Buamona
Komentar