Hukuman Bripka RT Dianggap Ringan Oleh Ibu Bhayangkari, Bidpropam Polda Malut : Sesuai Perpol 

banner 120x600

Klikfakta.id, TERNATE – Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Maluku Utara bantah sidang kode etik profesi yang dipersoalkan Ibu Bhayangkari Andriani terhadap suaminya selaku pelanggar Bripka RT alias Risal itu sudah sesuai dengan ketentuan.

Bripka Risal yang diketahui selaku PS Kanit Bhabinkamtibmas di Polres Halteng sudah tercatat telah melakukan sejumlah pelanggaran berat seperti dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

banner 325x300

Selain itu Bripka Risal juga pernah melakukan penggaran tidak melaksanakan tugas hingga dengan dugaan kasus perselingkuhan.

Meski dengan berbagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh Bripka Risal, namun selalu lolos dari sanksi berat dari Polres Halmahera Tengah dan Polda Maluku Utara.

Padahal, Bripka Risal sebelumnya dijatuhi sanksi disiplin dan etik, sebab pada putusan 9 Agustus 2021 KDRT, pelanggaran tidak melaksanakan tugas, dan perselingkuhan yang sidangnya digelar di Mapolda Malut Kamis 13 Februari 2025.

Pelaksana Harian (Plh) Kabid Propam Polda Malut AKBP Syamsul Alam kepada sejumlah awak media mengatakan bahwa putusan sidang kode etik dugaan perselingkuhan yang digelar di Polda Maluku Utara sidang sesuai dengan peraturan kepolisian atau Perpol.

Ia juga mengaku bahwa putusan sidang itu, Andriani selaku istri sah Bripka Risal menganggap tidak adil.

“Sidang kode etik ini terkait dengan laporan Andriani atas dugaan perselingkuhan yang dilakukan terduga pelanggar Bripka Risal itu sudah sesuai Perpol,” ujar AKBP Syamsul Alam, pada Jumat 14 Februari 2025.

Syamsul yang juga sebagai Kasubdit Waprof Bid Propam Polda Malut itu menuturkan, dugaan perselingkuhan itu terjadi sejak lama, karena dari Februari 2021, namun dilaporkan pada Oktober 2024 lalu.

“Tahun 2021, sudah diselesaikan oleh Kapolres Halmahera Tengah, sesuai Perpol nomor 8 tahun 2018. Bahkan pada tahun tersebut juga sudah dibuatkan kesepakatan secara tertulis dan ditandangani,” tuturnya.

Ia juga mengakui, terkait dengan bukti-bukti dan rekaman tidak diputar dalam sidang kode etik, karena pimpinan komisi dan anggota yang menjalani persidangan tidak bisa keluar dari materi tuntutan, sebab sudah disiapkan selama pemeriksaan.

Untuk berkas tuntutan yang dipelajari oleh komisi berdasarkan Perpol pasal 31 sebenarnya sudah kedaluwarsa. Namun karena harus memberikan kepastian hukum kepada terlapor dan pelapor.

“Sampai kita sidangkan itu, karena komisi juga berdasarkan dengan tempat dan waktu kejadian yang harus dilihat, atau locus serta tempus delicti pada saat itu. Maka menjadi pertimbangan untuk yang bersangkutan memperbaiki,” tukasnya.

Ia menegaskan, bahwa pihaknya tidak bisa memberikan hukuman yang lebih berat kepada Bripka Risal, karena hanya sebatas melakukan pelanggaran disiplin tidak lebih dari satu kali atau belum lebih dari tiga kali.

Sehingga lanjut Syamsul putusan yang dijatuhkan untuk menghukum kepada Bripka Risal itu pertama minta maaf, kedua, pembinaan selama satu bulan dan ketiga penempatan khusus (patsus) 30 hari.

“Kalau putusan dengan patsus itu sudah sangat berat, dan tidak sembarangan seorang polisi mendapat patsus 30 hari, karena kalau kita polisi di sel selama 30 hari itu sangat berat,” tegasnya.

Ia menyatakan ketua komisi sidang kode etik tidak bisa menyimpulkan 100 persen masuk dalam kategori perselingkuhan.

Sehingga Andriani tidak bisa menyampaikan apa-apa sampai melebar, jikalau tak disajikan oleh penuntut.

Karena, menurut Syamsul apa yang disajikan oleh penuntut itu sudah berdasarkan dengan standar operasional prosedur (SOP) dan berita acara pemeriksaan (BAP).

“Komisi ada tiga orang yang memimpin sidang, mereka juga masih berembuk dan melihat berbagai pertimbangan sehingga menjatuhkan hukuman seperti itu,” akunya.

Jadi tidak serta merta, karena merujuk dengan Perpol nomor 7 tahun 2022 itu harus dikembalikan ke Perpol yang lama tahun 2014 dan itu harus mempelajari kembali.

“Jika dilihat dari tahun 2021 sampai 2024 itu mereka berdua juga masih menjalani rumah tangga sampai dengan menambah satu anak,” sambungnya.

Kemudian, soal pelanggaran yang sebelumnya dilakukan Bripka Risal, yakni sanksi disiplin karena KDRT, putusan etik atas pelanggaran tidak melaksanakan tugas dan perselingkuhan, seperti disampaikan Andriani.

Nah itu baru terhitung dua kali membuat pelanggaran. Sebab terkait dengan laporan perselingkuhan ini jika dihitung telah memasuki yang ketiga, apabila pelanggarannya sudah empat kali maka sanksinya akan diberikan lebih berat.

“Kalau kami hitung belum yang ketiga, karena kalau tiga kali melakukan pelanggaran jika Bripka Risal kembali yang keempat, sementara bukti rekaman tidak diputar seperti permintaan Andriani, karena komisi berdasarkan dengan tuntutan penuntut,” pungkasnya.

Ketika disentil terkait dengan janji salah satu anggota Propam bernama Irfan B Yamani kepada Andriani untuk pemutaran rekaman dan penunjukan bukti pada saat sidang?

Syamsul menyatakan bahwa itu semua tergantung komisi, karena dalam sidang itu yang mempunyai hak sepenuhnya adalah pemimpin sidang dalam komisi.

“Soal perjanjian itu, kami rasa itu semua komisi punya hak, pimpinan sidang. Kami tidak boleh keluar dari aturan dan ketentuan. intinya sidang ini sudah selesai dan sudah memberikan kepastian hukum,” tutupnya. ***

Editor   : Redaksi

Pewarta : Saha Buamona

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page